Nabi di Jakarta

2656

Tapi kalau kita “sowan” kepada Allah menyertakan kekasih-Nya, Muhammad saw, atau kita mbuntut saja di belakang beliau, berpegangan serban beliau, “gondhelan klambine Kanjeng Nabi”—maka Allah luluh hati-Nya. Allah tidak tega tidak mengabulkan permintaan kita. Allah menjadi lebih murah hati menyejahterakan hidup kita, menenteramkan hati kita, serta menunjukkan banyak hal yang kita tidak mungkin tahu hanya dengan bekal intelektual dan spiritual default-nya manusia.

Di dalam penuturan Allah kepada manusia tentang “cara menempuh kehidupan”, atau yang biasanya disebut Agama, disepadankan dengan konsep ad-Din – Allah menghamparkan bermacam-macam fenomena informasi. Ada yang sederhana. Ada yang ketetapan padat. Ada aturan tersurat. Ada yang konteks tersirat. Ada yang paparan yang sebagian dimensinya disembunyikan. Ada yang merupakan ajakan diskusi, atau agar manusia terus berdiskusi dengan dirinya sendiri. Ada yang samar-samar. Ada yang seperti kelebatan info tapi susah dikejar.

Kehidupan manusia memang memerlukan keragaman seperti itu. Manusia membutuhkan fakta, tapi juga perlu rahasia. Manusia perlu pengetahuan, tapi dalam hal-hal tertentu lebih baik tidak tahu. Kalau manusia tahu kapan ia mati, bahkan tahu berdagang akan laba atau tidak, tahu komplit isi hati suami atau istri, bisa mendengar tetangga jauh ngomong apa, tahu pertandingan besok yang menang kesebelasan mana, juara turnamennya siapa. Dan seterusnya. Maka kehidupan akan disorganized. Peradaban segera bubar. Kiamat tak perlu ditunggu dari inisiatif Allah, karena kehidupan manusia sendiri sangat efektif mengarah kepadanya.

Maka tatkala hamba Allah yang bernama Khidlir mendapat hak-hak spesial yang para Nabi dan Rasul lain tidak dikasih oleh Allah, itu juga ambil saja rasa syukur dan ilmunya. Khidlir boleh melakukan kriminalitas, bahkan teror. Ia membocorkan kapal yang ditumpanginya. Kemudian membunuh anak-anak. Lantas tanpa dibayar ia memperbaiki pagar besar dan panjang. Musa protes, dan itu yang membuat beliau lulus secara khusus. Bahwa beliau bertanya, itu melanggar janji dengan Khidlir, sehingga Sang Guru meninggalkannya. Hadza firaqun baini wa bainak.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here