Muhammadiyah: RUU HIP Tidak Urgen, dan Tidak Perlu Dilanjutkan

685

Jakarta, Muslim Obsession – Muhammadiyah turut merespons isu tentang Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang sekarang sedang dalam pembahasan di DPR. Muhammadiyah bahkan telah melakukan kajian atas RUU tersebut.

Berdasarkan pengkajian tahap pertama Tim Pimpinan Pusat Muhammadiyah menilai materi RUU HIP banyak yang bertentangan dengan UUD 1945 dan sejumlah Undang-undang, terutama Undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga berpendapat RUU HIP tidak terlalu urgen dan tidak perlu dilanjutkan pembahasan pada tahapan berikutnya untuk disahkan menjadi Undang-undang. Sebab, secara hukum kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai Dasar Negara sudah sangat kuat.

Jika pembahasan dipaksakan untuk dilanjutkan berpotensi menimbulkan kontroversi yang kontra produktif dan membuka kembali perdebatan dan polemik ideologis dalam sejarah perumusan Pancasila yang sudah berakhir dan harus diakhiri setelah tercapai kesepakatan luhur, arif dan bijaksana dari para pendiri bangsa.

“Kontroversi RUU HIP akan menguras energi bangsa dan bisa memecah belah persatuan, lebih-lebih di tengah negara dan bangsa Indonesia menghadapi pandemi Covid-19 yang sangat berat dengan segala dampaknya,” demikian bunyi peryataan resmi dari PP Muhammadiyah.

Bagi Muhammadiyah agenda terberat saat ini adalah bagaimana mengamalkan Pancasila secara nyata dalam seluruh aspek kehidupan disertai keteladanan para pejabat negara dan ketaatan warga bangsa. Terlebih dalam situasi corona ini.

Muhammadiyah pun mendesak DPR untuk lebih sensitif dan akomodatif terhadap arus aspirasi terbesar masyarakat Indonesia yang menolak RUU HIP dengan tidak memaksakan diri melanjutkan pembahasan RUU HIP untuk kepentingan kelompok tertentu dan hendaknya mengutamakan persatuan dan kemajuan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.

“DPR maupun pemerintah dengan kewenangan yang dimilikinya memang secara politik dapat menetapkan atau memutuskan apapun dengan mengabaikan aspirasi publik. Tetapi politik demokrasi juga meniscayakan checks and balances serta agregasi aspirasi dan kepentingan rakyat sebagai perwujudan jiwa dan semangat gotong royong dan permusyawaratan.”

Bangsa Indonesia perlu belajar dari dua pengalaman sejarah kekuasaan di masa lalu ketika perumusan Perundang-undangan atau kebijakan penerapan ideologi Pancasila disalahgunakan dan dijadikan instrumen kekuasaan yang bersifat monolitik oleh penguasa. (Albar)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here