Misi Diplomatik Republik Indonesia di Mesir (Bagian 3)

756

Oleh: A.R. Baswedan (Anggota Missi Diplomatik RI ke Timur Tengah)

Kabinet Sjahrir Jatuh

TINGGAL selama tiga bulan di Mesir bukan hal yang mudah. Ingatan akan keluarga di rumah, makanan yang kadang-kadang kurang cocok, dan waktu yang terasa kosong, membuat orang mudah menjadi bosan.

Masyarakat pun sudah mulai kehilangan interes kepada delegasi. Oleh karena itu saya mencoba untuk “keluyuran” lagi ke kantor-kantor harian dan majalah sekadar untuk mengobrol.

Suatu hari Abdul Mun’im datang ke hotel sambil senyum-senyum. “Memang orang Indonesia ada-ada saja,” katanya. Ternyata ada berita kecil di majalah Rose el Yusuf, suatu majalah politik yang terkemuka di Kairo tentang masalah wanita di Mesir yang sedikit membicarakan delegasi RI.

Memang, sehari sebelumnya saya mampir ke kantor redaksi majalah Rose el Yusuf.

Redaktur majalah ini bertanya dengan nada senda gurau tentang apakah di Indonesia ada trem listrik, bioskop, dan lain-lain. Menyambung gurauannya, saya katakan saja bahwa di Indonesia tidak ada bioskop dan sebagainya, tetapi Indonesia memiliki sesuatu yang tidak dipunyai Mesir. “Apa itu?” tanyanya. Saya jawab, “Menteri Sosial yang wanita.”

Dia bertanya lagi, agak kaget, “Wanita jadi menteri?”. Sang redaktur seakan-akan tidak percaya. “Memang betul,” begitu jawab saya, dan kemudian saya ceritakan tentang Maria Ulfah (kemudian dikenal sebagai Ny. Maria Ulfah Soebadio) yang menjadi Menteri Sosial. Dia terheran-heran.

Itulah sebab musabab munculnya berita tentang Indonesia di majalah tersebut yang pasti mempunyai effek besar terhadap pandangan kalangan politik Mesir terhadap Indonesia, mengingat kedudukan majalah itu di sana.

Selain disergap rasa bosan, Delegasi juga amat gelisah, karena menurut monitoring yang dilakukan oleh Saudara Salim Al-Rasyidi (kelak Dr. Salim Al-Rasyidi, dosen di Universitas Islam Bandung) yang kita tugaskan untuk setiap hari memonitoring siaran Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta dalam bahasa Arab, situasi di Tanah Air menjadi amat genting berhubung bahwa Komisi Jenderal Belanda menyampaikan Nota Ultimatif yang harus dijawab oleh RI dalam waktu 14 hari.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here