Miris! Begini Curahan Hati Kaum Menengah Terdampak Covid-19

1424
Ilustrasi: Sedih. (Foto:dmarge)

Muslim Obsession – Dampak virus Corona tak hanya pada kesehatan masyarakat, melainkan juga sosial dan ekonomi. Tak hanya masyarakat bawah, dampak secara ekonomi juga sangat dirasakan masyarakat menengah.

Tulisan Fitra Wilis Masril berikut ini adalah curahan hati masyarakat menengah yang terdampak Covid-19 dan boleh jadi ini mewakili perasaan masyarakat di Tanah Air saat ini. Lebih dari itu, tulisan yang viral di banyak WhatsApp Group ini ditujukan untuk membangunkan kesadaran para pemangku kekuasaan atau sejumlah komunitas yang bergerak memberikan bantuan sosial.

Bahwa bantuan sosial yang dibagikan, sejatinya tak melulu diperuntukkan bagi masyarakat bawah yang –berdasarkan penuturan penulis tersebut—justru menikmati banyaknya bantuan yang diterima. Bantuan sosial juga seharusnya menyasar masyarakat menengah yang juga terpuruk karena kondisi saat ini, dan pada kenyataannya memang seringkali dilupakan.

Berikut tulisan yang penting untuk diresapi isinya ini:

“Di awal lockdown (menurut pengamatanku, no debat yaa) yang paling berat hidupnya adalah kaum menengah ke bawah. Misal para kuli cangkul harian yang keliling nyari kerjaan, abang-abang yang jualan pake gerobak, tukang balon yang jalan kaki, atau tukang es krim dua ribuan yang jualan pake sepeda, atau abang bubur ayam karena sepi pembeli.

Orang pada takut beli mengingat si abang entah udah keliling ke mana aja, tangannya udah pegang uang entah dari siapa aja, lalu menyuwir-nyuwir daging ayam tentu saja pake tangan yang sama yang tadi terima uang dari mana-mana.

Saat aku memberi sembako titipan teman, tak sedikit airmata mereka berjatuhan. Mungkin karena baru lockdown, orang masih fokus ke persiapan buat keluarga sendiri, jadi belum banyak yang membantu,

Lalu, secara simultan, banyak orang fokus membantu mereka kaum menengah ke bawah ini.

Bahkan, beberapa hari lalu aku berkunjung ke pemukiman pemulung dan tukang sampah. Mereka lagi pada santai dengerin musik dangdut sambil makan biskuit kaleng mahal. Saat sembako kukasih, ternyata di balik pintu ada beberapa paket sembako juga.

“Ini dari masjid itu… yang ini dari mushola sana… ini dari yayasan anu…” begitu penjelasan mereka.

Mungkin karena mau Ramadhan juga, banyak masjid atau yayasan mengadakan acara santunan.

Lalu, aku memutar otak. Aku ingin titipan sembako temanku ini sampai pada tangan yang tepat, yang benar-benar membutuhkan dan saat ini sedang getir akibat kehilangan atau berkurangnya pendapatan.

Lalu aku posting ini di status WA. Tak perlu sungkan atau malu. Diam-diam saat sepi akan kuantar ke balik pagar mereka.

Dan luar biasa… banyaaaaaak banget mereka yang kukira baik-baik saja, dengan menekan harga diri, memberanikan meminta. Aku tahu, kalau bukan karena terdesak, gak mungkin mereka seperti itu.

Ini beberapa contohnya yaa… kuedit sedemikian rupa untuk menghargai privasi mereka. Karena aku harus menjaga rahasia, aku tulis ini sebagai pengingat, bahwa bisa jadi lhoo tetangga atau teman ngaji kita atau teman sesama wali murid yang sedang kesulitan. Jadi kita harus lebih peka.

“Suamiku kan kerja di bengkel Mba, sekarang tutup, gaji tetapnya kan hanya 500rb. Selama ini bisa bawa pulang sampai 4-5 juta, karena memang dibayar atas berapa banyak yang dia kerjakan. Kami gak punya banyak tabungan, sisa uang saat ini paling buat 2 atau 3 minggu lagi aja,” kata ibu A.

“Aku mau ya bu Fitra. Kantor suamiku tutup. Gaji yang masih ditransfer hanya 2 juta, kan suamiku marketing di dealer, gedenya di bonus penjualan. Sekarang gak ada event-event, mall banyak yang tutup. Dua juta buat listrik dan cicilan rumah aja gak cukup Mbak, bayaran sekolah aja udah gak ada uang,” kata ibu B.

“Suamiku kan ngajar sore Mbak, kalo pagi antar jemput anak sekolah. Maret kemarin masih dibayar full walaupun suami hanya kerja seminggu, habis itu sekolah libur. Tapi udah dibilangin kalau per April udah gak ada bayaran karena full libur. Aku sendiri kerja di resto XXX sekarang dibayar setengah gaji, karena sepi, karyawan digilir sehari masuk sehari libur,” kata ibu C.

“Aku dan suami gak dagang lagi, Mbak. Semua kantin sekolah dan kantin kantor-kantor yang kuisi kue-kue buatanku tutup. Ada 10 sekolah yang rutin kuisi. Ada 8 kantin kantor. Semua tutup. Warung-warung juga sepi. Aku masih tetap bikin kalau ada orderan dari tetangga, tapi sepuluh persennya juga gak ada dibanding biasa,” kata ibu D.

“Aku mau bu Fitra, udah 3 minggu aku gak ada pemasukan. Pusat terapi tempat aku kerja, tutup total. Suami juga hanya nerima gaji pokok, buat bayar cicilan rumah, listrik, BPJS, dan uang sekolah aja. Nyaris ga ada sisa buat sehari-hari,” kata ibu E.

“Aku mau Bu Fitra. Udah 3 minggu ini usaha rental mobil kami sepi. Satupun gak ada yang sewa. Usaha warnet juga tutup, tabungan kami kepake buat kasih karyawan sedikit uang pesangon, sekarang bingung mau usaha apa, tabungan udah nyaris gak ada,” kata ibu F.

Semua kisah di atas, kuedit sedemikian rupa dari kisah aslinya, tanpa mengubah substansinya.

Secara umum, mereka terlihat baik-baik saja. Tapi justru paling terdampak secara ekonomi. Mana listrik untuk kaum menangah ini (daya 1.300) konon katanya gak ada subsidi sama sekali, karena dianggap orang mampu. Rata-rata anak mereka bersekolah di swasta, yang bayarannya tentu saja tetap jalan meski anak belajar dari rumah.

Kaum menengah bisa dibilang jarang terperhatikan. Kalo ada apa-apa, pastilah yang ekonomi di bawah rata-rata dulu yang didahulukan. Padahal kaum menengah ini biasanya juga punya tanggungan membiayai orangtua atau mertua (lagi tidak membahas keutamaan membantu orangtua di mana rejeki akan berlipat ganda) dan ada juga yang membantu biaya sekolah adik/ponakan.

Bayaran listrik kaum menengah rata-rata juga mahal, selain itu mereka terbiasa dengan pola makan bergizi dan menu lengkap. Jadi agak berat juga kalo tiba-tiba anak mereka hanya dikasih kangkung doang. Aku juga bingung sebenarnya harus bagaimana, aku sendiri menyimpulkan memang masa-masa lockdown ini harus tetap makan bergizi sekaligus berhemat, karena gak jelas kapan ini semua sampai pada ujungnya.

Aku pun bagian dari orang yang merasakan dampaknya, suami kehilangan salah satu pemasukan, sedih sih. Tapi jalani saja dengan berhemat. Hemat bukan berarti pelit yaa. Hemat boleh tapi sedekah tetap harus prioritas.

Pesan yang ingin kusampaikan dari tulisan ini adalah, agar kita lebih peka terhadap orang sekitaran kita.

Dan kalo ada teman/tetangga/saudara yang sekarang jualan di grup-grup WA. Beli sajalah dagangan mereka, meski gak butuh-butuh banget, beli saja. Lebihkan bayarannya. Bisa jadi itu usaha mereka agar ekonominya membaik.

Mari lebih peka… mari saling bantu. Bersama kita hadapi masa getir karena corona ini. Optimis, semua Insyaa Allah pasti akan berakhir, Aamiin. Hikmahnya: ternyata sesuatu yang kita lihat itu belum tentu benar kenyataannya”. (**)

1 KOMENTAR

Tinggalkan Balasan ke Ade Batal balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here