Menyiapkan Kader Politik dan Profesional

1141

Kader Profesional

Pintu masuk ke pemerintahan tidak kalah penting melalui jalur profesional. Jatah kaum profesional di Kabinet kecenderungannya kini dan ke depan malah makin menguat ke kalangan profesional dari berbagai bidang keahlian. Di zaman Orde Baru misalnya, kita tidak tahu sebelumnya ketika Prof Mukti Ali dan Munawwir Sadzali menjadi Menteri Agama, ternyata belakangan diketahui keduanya orang Muhammadiyah.

Demikian pula dalam Kabinet di era reformasi hingga yang terakhir ini, sejumlah Menteri memiliki latar belakang dan menyatakan diri sebagai orang Muhammadiyah. Termasuk yang tersebar di lembaga-lembaga legislatif, yudikatif, dan birokrasi pemerintahan lainnya. Sejumlah Kepala Daerah diketahui sebagai orang atau kader Muhammadiyah, baik yang berasal dari kalangan parpol maupun profesional. Ada pula yang aktif di kepolisian, militer, dan institusi-institusi strategis lainnya.

Namun boleh jadi para kader atau anggota Muhammadiyah yang tersebar itu hadir secara alamiah dan tidak “by design”. Kini dan ke depan penting untuk lebih direncanakan dan diprogramkan secara tersistem. Memang untuk menjadi pemimpin atau kader politik dan profesi tidak sepenuhnya mengandalkan pendidikan dan pelatihan, terdapat unsur bakat dan kemampuan dasar dengan dukungan pengalaman. Tetapi fakta juga menunjukkan jika segala hal dipersiapkan secara terencana dan terprogram maka segala sesuatu jauh lebih baik dan berhasil.

Muhamadiyah sendiri secara organisasi sudah memiliki lembaga-lembaga pendidikan dan profesi yang lengkap dan berjenjang, termasuk Perguruan Tinggi yang besar dan tersebar di seluruh tanah air. Karenanya lembaga-lembaga ini dapat dijadikan sebagai “kawah candradimuka” untuk menghasilkan para kader profesional yang handal dan unggul, yang dapat tersebar ke berbagai lembaga di pemerintahan maupun le,baga swasta yang strategis. Ketika dalam momentum tertentu di butuhkan maka tidak lagi kesulitan mencari orang yang profesional serta memiliki pengalaman dan reputasi yang di atas rata-rata, sehingga secara niscaya negara memang akhirnya membutuhkan dirinya.

Menyiapkan dan mendorong kader politik dan profesional sebagaimana disebutkan itu jauh lebih realistik dan strategis bagi Muhammadiyah. Tentu semuanya memerlukan pemikiran-pemikiran strategis yang melandasinya. Pemikiran-pemikiran pokok sebagaimana terkandung dalam Khittah Denpasar 2002 tentang Khittah Berbangsa dan Bernegara maupun pemikiran resmi lainnya sebenarnya cukup memadai untuk menjadi basis pemikiran Muhammadiyah tentang politik dan kenegaraan. Masalahnya sering terletak pada aplikasi dan pelakunya, bukan pada konsep dan pemikirannya.

Jika memang ada pemikiran alternatif yang jauh lebih baik, strategis, dan dapat dijalankan secara realistik sebagai solusi, maka Muhammadiyah pun tentu dengan senang hati akan mengkaji dan mengambilnya. Namun menyiapkan kader politik untuk partai politik dan kader profesional secara lebih terencana, terprogram, dan tersistem menjadi lebih mendesak dan strategis bagi Muhammadiyah saat ini dan ke depan. Semuanya dilandasi dengan spirit untuk makin meneguhkan, menguatkan, dan meluaskan misi Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah dan tajdid guna terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dan menjadikan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. (**)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here