Menteri Agama Pertama RI itu Orang ‘Wahabi’

803

Oleh: Budi Marta Saudin

Sejak zaman penjajahan Belanda, urusan peribadatan telah diatur oleh pemerintah. Di antara tokoh penting dalam hal ini Snouck Hurgronje alias Syaikh Abdul Ghofar.

Sosok Snouck ini kontroversial. Satu sisi dia menampakkan keislaman bahkan berangkat ke Mekkah untuk beribadah haji dan menikah dengan salah seorang gadis muslimah.

Sisi lain, menurut teman-temannya, dia masih menganut agama Kristen.

Terlepas dari bagaimana keyakinan Snouck, yang jelas, pemerintah kolonial sukses menarik hati warga pribumi.

Ada kesan bahwa “Tuh liat. Pemerintah Belanda perhatian kepada umat Islam.”

Sejak zaman itu, Konjen Hindia Belanda di Jeddah sudah berdiri. Tugasnya untuk mengurusi jamaah haji dari tanah air yang sedang beribadah haji di kota suci.

Setelah merdeka, memang sempat terjadi perdebatan apakah urusan agama akan dibikin departemen khusus atau menginduk ke departemen lain.

Pada 1946 akhirnya Kementrian Agama berdiri.

Sukarno kala itu menunjuk tokoh intelektual yang hebat. Alumni Mesir, yang juga murid dari Syaikh Ahmad Surkati.

Nama tokoh itu adalah Saridi. Orang Jogja, yang sejak awal Indonesia merdeka sudah keliling ke luar negeri untuk mencari dukungan kepada dunia Arab.

Pada saat Syaikh Ahmad Surkati membuka sekolah Al Irsyad di Malang, salah satu murid yang turut belajar kepada beliau adalah Saridi.

Pertemuan dengan Surkati pula diantara yang memotivasi Saridi untuk terus melanjutkan belajar hingga ke Mesir.

Oleh Syaikh Surkati, nama Saridi dirasa kurang enak untuk diucapkan. Di kemudian hari, Syaikh Surkati mengubah nama Saridi menjadi Muhammad Rasyidi.

Rasyidi termasuk golongan muda yang kontra dengan pendapat lama tentang taklid, madzhab, dan amalan-amalan ritual yang lazim terjadi di masyarakat.

Karena alasan itu, beliau berguru kepada Syaikh Surkati yang dikenal sebagai tokoh yang menyerukan anti taklid madzhab dan menolak keras bid’ah.

Kalau zaman sekarang, mungkin akan dicap sebagai Wahabi dan radikal.

Rasyidi adalah seorang pembelajar sejati. Hidupnya terus belajar dan belajar.

Bahkan saat di usia yang tak lagi muda, beliau melanjutkan kuliah ke Sorbonne hingga meraih gelar doktor.

Beliau tak lama menjadi menteri agama. Tapi sejarah mencatat bahwa beliaulah orang pertama yang menduduki jabatan nomor 1 di Lapangan Banteng.

Nama beliau diabadikan sebagai nama auditorium Kemenag yang biasa dilakukan untuk sidang isbat.

Rasyidi lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mengajar. Saat ada kesempatan untuk menjadi asisten profesor di McGill, Kanada, beliau mengambil kesempatan tersebut.

Anda kenal dengan Prof. Dr. Harun Nasution? Ya. Beliau ini lanjut kuliah ke McGill, Kanada, atas rekomendasi dari Rasyidi.

Meski sebagai alumni dan lama mengajar di Barat, Rasyidi masih kokoh dengan keislamannya.

Bahkan beliau pernah berseteru dengan salah satu guru besar di McGill yang sempat membuat beliau dikucilkan.

Rasyidi dan Harun adalah senior dan junior. Sama-sama penyuka filsafat dan alumni barat.

Tapi keduanya sering berbeda dalam banyak hal. Rasyidi banyak mengkritik Harun yang memahami agama dengan cara pandang orientalis.

Hingga akhir hayat, Rasyidi fokus mengajar. Beliau menjadi guru besar hukum Islam di UI.

Semoga Allah merahmati Prof. Dr. HM Rasjidi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here