Menggembala Papua di Forum Internasional

930

Oleh: Imam Shamsi Ali (Imam Kota New York)

Akhir-akhir ini negeri tercinta sedang membara. Di Jakarta dan berbagai belahan negeri lainnya mahasiswa bangkit melakukan koreksi terhadap apa yang mereka anggap kurang pas.

Gerakan mahasiswa sepanjang sejarah adalah gerakan nurani. Gerakan spontan tanpa tendensi kepentingan apapun kecuali untuk kebaikan negeri dan masa depan mereka sendiri.

Saya tidak lagi akan membahas ini. Karena sesuatu yang jelas tidak perlu dijelaskan. Saya hanya ingin mengingatkan bahwa Indonesia saat ini sedang mengajukan diri menjadi anggota Human Right Council 2020-2024. Indonesia juga mengaku sebagai negara demokrasi, menghormati kebebasan ekspresi. Dan terpenting, kita bangsa Indonesia selalu mengaku sebagai bangsa santun, damai, dan ramah.

Saya mengingatkan bahwa jangan sampai apa yang terjadi di tanah air justeru menjadi bumerang bagi upaya membangun imej dan mengambil peranan dalam forum internasional tersebut. Jangan sampai ada paradoks nyata antara realita dan pengakuan.

Melihat berbagai berita, terutama video-video kebrutalan pihak pengamanan kepada demonstran sangat menyayat hati dan menggelitik pikiran sehat. Ketika respon itu menimbulkan korban maka apapun alasannya tidak akan diterima. Sekaligus bertentangan dengan semua norma-norma pengakuan tadi.

Tragedi Wamena

Di tengah kobaran demonstrasi dan respon pihak pengamanan (baca kepolisian) yang refresif kita tiba-tiba dikejutkan oleh berita pembantaian warga Bugis-Makassar dan Minang di Papua.

Peristiwa ini bukan kejutan. Karena sejak beberapa minggu terakhir masalah Papua memanas. Bahkan telah menimbulkan korban dari kalangan TNI dan Polri sendiri. Tapi nyatanya belum kita dengarkan langkah-langkah nyata dan tegas dari pemerintahan Indonesia untuk menanganinya.

Sebaliknya justeru aneh, ketakutan akan adanya kelompok-kelompok anti NKRI dibesar-besarkan. Padahal kelompok-kelompok tertuduh itu belum pernah memperlihatka secara nyata di depan mata keinginan mereka untuk memisahkan diri dari NKRI.

Tapi justeru Yang dibangun secara sistematis dan terbuka seolah-olah melompok itulah yang anti NKRI, anti Pancasila, anti UUD, anti kebhinnekaan, dan lain-lain. Banyak bahkan yang ditangkap, dipersekusi karena tuduhan-tuduhan yang menakutkan itu.

Sebaliknya, para pendukung Papua Merdeka yang dengan terang-terangan menyatakan diri ingin Merdeka dan mengibarkan bendera bintang Kejora (Papua Merdeka) tidak disikapi secara tegas.

Akibatnya, mereka semakin berani bahkan bringas membantai Saudara-Saudara suku Bugis-Makassar dan Minang di daerah mereka. Kepemilikan mereka dibakar, dijarah, bahkan puluhan dari kalangan mereka terbantai.

Dan hingga kini belum juga kita dengarkan bagaimana pemerintah Indonesia menyikapi hal tersebut? Akankah didiamkan hingga nantinya warga yang merasa dikorbankan dan dilupakan itu melakukan balas dendam?

Perlu diketahui warga Bugis-Makassar tidak akan pernah diam ketika sukunya disakiti. Mereka akan memilih mati bersama ketimbang dihinakan oleh siapapun.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here