Mengenal Lukman Azis, Aktivis Kemanusiaan untuk Rohingya

2156

Dhaka, Muslim Obsession – Lukman Azis bekerja sebagai salah seorang general manager pada lembaga bantuan kemanusiaan asal Indonesia, Aksi Cepat Tanggap (ACT). Lukman ditugaskan memimpin rombongan wartawan dari Jakarta untuk meliput kegiatan kemanusiaan bagi pengungsi Rohingya di Cox’s Bazar, Bangladesh, sejak pekan lalu hingga saat ini.

Ini merupakan kesempatan pertama bagi Lukman bertugas membawa misi kemanusiaan di luar negeri sejak empat bulan bergabung bersama ACT. Pengalaman pertama inilah membuat Lukman merasa tertantang, sekaligus ingin merealisasikan misi hidupnya sebagai pengabdi kemanusiaan.

“Gabung di ACT karena lebih banyak memiliki niat ibadah, membantu sesama menyiarkan kebaikan kepada masyarakat dunia, Indonesia maupun internasional,” ungkap Lukman kepada Muslim Obsession di Dhaka, Bangladesh.

Lukman memiliki pribadi yang baik, orang-orang di sekitarnya senang menyapanya karena tingkahnya yang ramah. Menurut pria usia 40 tahun ini, berbuat baik sesama akan membuka jalan baginya untuk mendapatkan rezeki yang halal dari Allah SWT.

“Saya ingin menunjukan kepada publik bagaimana sebuah lembaga kemanusiaan itu bekerja, berkiprah tanpa memandang SARA,” kata Lukman.

Senang rasanya ditugaskan ke kamp pengungsi Rohingya karena kesempatan itu jarang didapatkan. Selama ini ia hanya menyaksikan penderitaan pengungsi Rohingya lewat tayangan televisi. Dengan melihat secara langsung, Lukman bisa merasakan penderitaan yang dialami para pengungsi, sehingga membuatnya harus ikut membantu mereka.

“Menyenangkan karena bisa melihat secara langsung korban, yang selama ini hanya mengetahui lewat televisi, melihat langsung bisa merasakan apa yang mereka alami, mendengar kesaksian mereka itu luar biasa buat saya,” ujarnya.

“Yang jelas bekerja di lembaga kemanusiaan terpenting bagi tim relawan harus siap untuk melakukan implementasi di lapangan. Dengan terjun langsung rasa empati kita kepada orang-orang yang kita bantu akan tumbuh daripada sekadar di belakang meja,” tambah Lukman.

“Jadi kita harap semua pekerja kemanusiaan jangan cuma bisa di belakang meja, tapi terjunlah ke lapangan. Kita akan menemukan sesuatu yang berbeda di lapangan,” tutur dia.

Melihat penderitaan itulah lukman ingin menggugah kepedulian masyarakat dunia untuk membantu para pengungsi. Sebab dengan keterbatasan yang dimiliki ACT, tidak akan mungkin teratasi nasib para pengungsi tanpa adanya keterlibatan dunia internasional.

“Saya mengajak semua pihak untuk turun, karena jumlah jutaan jiwa tidak mungkin diatasi oleh ACT sendiri. Butuh sinergi dengan lembaga lain untuk ikut menurunkan beban penderitaan mereka,” imbuh Lukman.

Demi kemanusiaan Lukman ikhlas meninggalkan keluarganya di tanah air sekalipun dalam waktu yang cukup lama. Pengabdiannya sebagai relawan kemanusiaan tak diragukan lagi. Lukman tak pernah berpikir akan nasibnya ketika terjun di dunia konflik, bencana, yang notabene sangat membahayakan keselamatan jiwanya.

“Saya merasa tidak ada kesulitan, saya bawa enjoy saja. Yang saya bayangkan tidak semua orang bisa melihat langsung ke lapangan, tidak ada kesulitan, yang penting punya kemauan,” tandasnya.

Hanya saja, beberapa kendala harus ia hadapi, misalnya penyesuaian kultur, bahasa, cuaca, maupun jenis makanan. Pengungsi Rohingya yang pada umumnya tidak pandai berbahasa Inggris, menjadi satu-satunya kendala berarti, tetapi hal itu diatasi dengan mempekerjakan warga lokal yang pandai berbahasa Inggris.

“Kendala itu ada misalnya di bidang komunikasi, orang daerah tidak semua yang bisa paham bahasa internasional. Sehingga mempersulit komunikasi, tapi selebihnya cenderung bisa dilalui,” tandasnya.

ACT Tidak Sektarian

Lukman mengungkapkan, bahwa dalam mengemban misi kemanusiaan membantu para korban yeng terkena dampak bencana, atau konflik, lembaganya tidak pernah memandang perbedaan suku, agama, ras, ataupun antar golongan. Hal itu dibuktikan dengan beberapa kali ACT membantu negara dan daerah yang mayoritasnya bukan muslim.

Total ada 60 negara yang pernah dibantu oleh ACT, belum termasuk daerah di tanah air. Mereka yang pernah dibantu di antaranya korban bencana di Tiongkok, Nepal, Nusa Tenggara Timur, Manado, Nias, Gunung Agung (Bali), Gunung Sinabung (Sumatera Utara), dan Banjarnegara (Jawa Tengah). Hal ini, kata Lukman membuktikan bahwa ACT tidak sektarian seperti anggapan banyak orang.

“Personilnya harus muslim, tapi implementasknya tidak melulu ke muslim. Karena sesungguhnya konsep islam itu adalah agama rahmatan lil ‘alamin, agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam semesta Artinya harus bermanfaat bagi semuanya,” ujar Lukman.

Lukman lahir di Jakarta pada 2 September 1977. Sekarang menetap di Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat bersama sang istri Khaerunisa, dan tiga anaknya. Anak tertua masih mengenyam pendidikan kelas 2 Madrasah tsanawiyah bernama Muchayat Azis Syahputra (13 tahun). Sedangkan putri kedua, Ghina Ananda Putri (10 tahun) kelas 5 SD, serta sang bungsu Yongbarra Azis Syahputra baru berumur 4 tahun.

Lukman bergabung bersama ACT sejak Agustus 2017. Sebelumnya ia menjabat sebagai Direktur Komunikasi salah satu perusahaan tambang emas di Sulawesi Tenggara, Manager Komunikasi perusahaan tambang nikel di Morowali, Corsec Ancol Beach City. Lukman juga pernah menjadi wartawan di Jawa Pos Group, dan reporter di radio MSTri.

Pengalaman organisasi pernah menjadi salah satu ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Universitas Muhammadiyah Jakarta, dan Ketua Presidium Kahmi UMJ. Ketika gejolak politik tahun 1998, saat di mana Presiden RI ke-2 Soeharto dilengserkan Lukman juga ikut berperan. Ia turun ke jalan bersama ribuan mahasiswa lainnya di Jakarta. Saat itu Lukman memimpin senat mahasiswa UMJ. (Has)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here