Menepis Badai Pandemi, Menuai Hikmah Pendidikan Masa Depan

772

Oleh: Dr. Muslich Taman (Praktisi Pendidikan)

Momentum kelahiran Ki Hajar Dewantara, 2 Mei 1889, sebagai Pelopor Pendidikan dan Tokoh Nasional Indonesia, diabadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional setiap tahunnya. Dan sosoknya yang cerdas, tegas, dan jasanya dalam menggerakkan dan mempelopori berdirinya organisasi pendidikan, Taman Siswa, sekaligus keberaniannya menentang kebijakan pemerintah penjajah yang diskriminatif, menjadi tonggak sejarah bangkitnya semangat memerdekakan manusia, khususnya dari kezhaliman penjajahan saat itu, melalui jalan pendidikan. Atas jasa-jasa itu pulalah beliau diangkat sebagai Pahlawan Nasional.

Semangat yang tak pernah padam untuk memerdekakan manusia itu jugalah yang semestinya diwarisi setiap anak bangsa ini dalam menghadapi ancaman Pandemi covid-19. Pandemi yang telah menerpa dan memporakporandakan berbagai tatanan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, tak terkecuali di bidang pendidikan, tak boleh melumpuhkan tekad dan semangat juang putra putri terbaik bangsa. Tantangan yang ada, justeru harus menyadarkan semua pihak, akan banyak hal, diantaranya; kreativitas harus terus berkembang sesualit apa pun keadaan dan tantangan, penguasaan teknologi merupakah hal penting dalam menjaga survival dan menggapai kemajuan dunia pendidikan.

BACA JUGA: Puasa, Perisai Diri dan Tangga Menujut Takwa

Pada saat bersamaan, pandemi covid – 19 menyadarkan bahwa peran guru tidak akan bisa digantikan oleh peran mesin dan teknologi, selamanya. Betapa pun canggihnya teknologi yang ada. Terutama dalam hal transfer nilai. Pendidikan, bukan sekadar transfer pengetahuan dari seorang pengajar kepada para pelajar, atau pemberian tugas dari seorang guru kepada para murid.

Lebih dari itu, pendidikan merupakan interaksi total jiwa raga seorang pendidik dengan jiwa raga para peserta didiknya, untuk pembangunan karakter dan akhlak mulianya dengan peneladanan, pembiasaan, penegakan aturan, serta cara-cara lain yang tepat sesuai zamannya. Guru, merupakan pilar utama bagi kesuksesan dan kejayaan pendidikan. Sejalan dengan itu, Mohammad Natsir mengatakan, “Suatu bangsa tidak akan maju, sebelum ada di antara bangsa itu segolongan guru yang siap berkorban untuk keperluan bangsanya.” Dua kata kunci kemajuan bangsa adalah, guru dan pengorbanan.

Pandemi, juga bukan saja memaksa manusia untuk menyadari betapa pentingnya pemanfaatan teknologi demi tetap survivalnya pendidikan dalam situasi sesualit apapun, tetapi juga mengharuskan insan pendidikan agar melek dan gaul teknologi. Semuanya dipaksa mengakselerasi diri untuk mengerti bahkan menguasai teknologi yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan. Baik untuk kepentingan menejemennya maupun pembelajaran itu sendiri.

BACA JUGA: Menyoal Pelakor, Bagaimana Agar Tak Dekati Rumah Kita?

Pandemi telah memberikan kesempatan kepada sekolah dan keluarga, untuk secara nyata berbagi peran secara lebih intensif dan sinergis demi keberlangsungan aktivitas pendidikan. Hal ini tentu banyak plus dan minusnya. Banyak potensi dan resikonya. Bahkan bisa dipandang sebagai masalah baru, tetapi juga secara bersamaan bisa dilihat sebagai solusi atas masalah lama yang telah banyak dikeluhkan, terutama tentang kurangnya waktu bagi orangtua untuk lebih dekat dengan anak-anaknya.

Dalam pandangan penulis, konsep sinergi dan kombinasi ini bisa dilanjutkan di masa-masa yang akan datang, meski mungkin pandemi sudah selesai. Dimana peran guru di sekolah dengan peran orangtua di rumah lebih seimbang. Pendidikan dengan konsep tatap muka langsung antara murid dengan gurunya di sekolah, atau antara mahasiswa dengan dosennya di kampus porsinya cukup 50% atau 60% saja dari yang ada selama ini.

Ke depan, siswa cukup hadir ke sekolah 3 hari dalam 1 minggu. Sisa waktu 2 atau 3 hari lainnya untuk belajar dari rumah (BDR), meski tetap memanfaatkan pengajaran dari gurunya di sekolah, melalui media video conference misalkan (zoom meeting, google meeting, dll). Bagi siswa atau mahasiswa yang sebelumnya harus fuli sepekan tatap muka dengan guru atau dosennya di sekolah atau di kampus, maka ke depannya tidak perlu lagi demikian. Porsi kehadiran siswa/mahasiswa di sekolah/kampus cukup separuhnya saja dari sebelumnya.

BACA JUGA: Hukum Berolahraga di Dalam Masjid

Konsep di atas jika diterapkan, akan dapat menjadi solusi atas beberapa hal, di antaranya:

Mengakomodir secara lebih intensif peran orangtua dan keluarga, agar lebih dekat dengan putra putrinya, sekaligus lebih banyak dapat melakukan pengawasan langsung kepada mereka. Ini tentu lebih cocok bagi anak-anak yang memiliki kedua orangtua/salah satunya beraktivitas di rumah. Sedangkan bagi anak-anak yang kedua orangtua/salah satunya tidak berada di rumah, maka keluarga seperti ini pilihan lebih tepatnya agar menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah yang berasrama (boarding school), atau ke pondok-pondok pesantren.

Konsep di atas, juga dapat menjadi solusi atas kemacetan parah lalulintas yang hampir telah terjadi di semua kota besar di seluruh wilayah Indonesia. Dengan berkurangnya jumlah kendaraan pada jam sibuk, yang dikendarai oeh para siswa sendiri, atau dipakai untuk menghantarkan mereka, maka hal itu cukup signifikan dapat mengurangi kemacetan lalu lintas yang ada.

BACA JUGA: Memaknai Hari Sumpah Pemuda di Tengah Pandemi

Selanjutnya, merupakan langkah penghematan biaya, bagi orangtua, sekolah, juga negara. Dengan kebijakan yang ada, dapat memangkas biaya transport dan makan yang ditanggung oleh orangtua untuk para anaknya, dapat mengurangi biaya operasional sekolah atau kampus; setidaknya biaya listrik, air, dan pengamanan sekolah misalnya, dan juga dapat mengurangi konsumsi bahan bakar kendaraan yang selama ini dikenal sangat tinggi bagi masyarakat Indonesia.

Dengan tetap adanya belajar dari rumah (BDR) secara daring (50%), -selain pembelajaran tatap muka di sekolah-, maka hal ini sekaligus juga dapat menjaga tradisi positif akibat pandemi yang ada, berupa kreativitas dan intensitas pemanfaatan IT oleh peserta didik dan pendidik dalam aktivitas pembelajaran yang sudah demikian maju. Maka, jangan sampai kemudian setelah selesai pandemi, capaian positif itu malah mundur lagi. Wallahu a`lam.

3 KOMENTAR

  1. Satuan pendidikan sudah diberikan amanah untuk mengelola dan mengambil kebijakan, tinggal tata kelola yg baik sja dan setuju dgn penulis yaitu sinergi- kolaborasi yg setara antara pemangku kebijakan roda kegiatan satuan pendidikan dengan guru2 dan para orang tua, karena fakta di lapangan yg menemukan dan berhadapan langsung adalah para guru yg terkasih.

Tinggalkan Balasan ke Rahmi Ifada, M.Pd.I Batal balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here