Menelusuri Penyebaran Awal Islam di Jawa

1010

As-Sayyid Maulana Malik Ibrahim diangkat jadi qadhi Islam (hakim perdagangan) di Gresik yang mengurusi perselisihan perdagangan antara pedagang Pasai dan pedagang Majapahit. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa As-Sayyid Malik Ibrahim memahami bahasa Pasai yang berarti pernah bertempat tinggal di Pasai.

Sebagai qadhi Islam, As-Sayid Maulana Malik Ibrahim juga diangkat menjadi Imam masjid. Beliau meninggal pada tahun 1419 M. Salah satu putrinya yaitu Sharifah Sarah binti As Sayyid Maulana Malik Ibrahim yang ketika ayahnya meninggal masih kecil, kemudian hari dinikahkan dengan Radin Santri.

Orang ketiga adalah As-Sayyid Ibrahim Asmoro Qondi yang berasal dari Champa. Beliau juga dikenal dengan nama Sayid Mustafa atau Makdum Ibrahim Samarkandi orang suci dari Tulen (Tyulen) putera Sayid Jumadil Kubra. Dari nama tersebut dapat diduga bahwa beliau orang dari Negeri Samarkand kota Tyulen, keturunan Husein bin Ali cucu Rasul yang kemudian berdakwah di Champa. Di negeri Champa kemudian beristri putri bangsawan.

Dari putri tersebut lahir dua putera Sayid Mustafa yaitu Radin Pandita yang juga dikenal dengan nama Radin Santri. Radin adalah singkatan dari Rahadian atau Ruhadian yang punya makna ruh yang mulia. Nama Santri mungkin juga menjadi asal-usul istilah santri bagi pelajar di pondok Islam di Jawa. Sedang Radin di Jawa kemudian berubah menjadi Raden karena dialek. Nama pandita juga menunjukkan bahwa Sayid mustafa selama di Champa dikenal sebagai ulama sehingga anaknya diberi nama Pandita.

Dalam agama hindu pandita adalah kasta Brahmana. Dari nama-nama tersebut sangat jelas bahwa Champa bukanlah negeri yang terpengaruh oleh China namun terpengaruh oleh Hindia, sehingga Champa dahulu juga disebut Hindia Belakang.

Sedang anak Sayid Mustafa yang kedua adalah Raden Rahmat. Istri Sayid Mustafa mempunyai saudara perempuan yang bernama Darawati atau Andarawati yang diperistri oleh raja Majapahit yaitu Pangeran Udara atau Brawijaya Pamungkas.

Sekitar tahun 1440, Sayid Mustafa membawa keluarganya termasuk dua putranya pergi ke Jawa untuk mengunjungi saudara istrinya yang menjadi ratu Majapahit, dan akhirnya justru menetap di Jawa. Sebelum ke Jawa, Sayyid Mustafa lebih dahulu singgah di Palembang beberapa lama dan berkenalan dengan adipati Palembang yaitu Ario Damar yang kemudian masuk Islam dan mengubah namanya menjadi Ario Abdullah.

Karena masih saudara ratu Majapahit, membuat Sayyid Mustafa dan kekuarganya diterima dengan baik oleh kerajaan dan Radin Santri kemudian diberikan tanah yang asalnya milik seorang tua di Gresik namanya Tandes, yang kemudian dikenal dengan daerah Tandes. Di Tandes Radin Santri diangkat jadi imam masjid di daerah Tandes. Dengan menjadi imam masjid itu, Radin Santri mejadi orang yang sangat dihormati dan kemudian dikenal dengan nama Sayid Ngali Murtala.

Sedang Radin Rahmat mendapatkan tanah di Terung dan diangkat menjadi pejabat Majapahit dengan jabatan Pancatanda atau Pecathanda yang mengatur perdagangan di pelabuhan sungai yaitu di Ampel Denta (sekarang di Kali Mas). Radin Rahmat juga diangkat jadi imam masjid di wilayah Ampel Denta. Namanya dikenal dengan Sayid Ngali Rahmat dengan panggilan Pangeran Ngampel Denta.

Dari kedudukan Sayid Ngali Murtala dan Sayid Ngali Rahmat menunjukkan bahwa pada masa kedatangan Sayid Mustafa dengan kedua anaknya, agama Islam telah berkembang cukup besar di Gresik dan Surabaya. Sangat mungkin merupakan hasil dari dakwah Islam yang dimulai sejak kedatangan Fatimah binti Maimun yang berlanjut pada masa As-Sayyid Maulana Malik Ibrahim yang didukung oleh hubungan intens perdagangan antara Singosari dan Majapahit dengan negeri Champa.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here