Mendulang Emas Hitam Senilai Rp.1,5 Triliun di Blora

761

Oleh: Anding Sukiman (Ketua PW Parmusi Jawa Tengah)

Ada potensi ekonomi sangat besar di Kabupaten Blora. Potensi ekonomi ini dapat disebut sebagai emas hitam yang potensinya mencapai Rp.1.485.000.000.000, ini potensi yang tidak kecil dan akan mampu menyejahterakan rakyat Kabupaten Blora.

Namun karena belum ditambang, maka potensi emas hitam ini malah menjadi beban bagi masyarakat. Potensi ekonomi besar ini terungkap saat pada sarasehan Takmir Masjid se-Kecamatan Jati Kabupaten Blora dengan saya sebagai Ketua PW Parmusi Jawa Tengah.

Dialog tersebut diselenggarakan oleh Pengurus Daerah Parmusi Kabupaten Blora, bertempat di ruang praktik SMK Al-Balad, Jumat (4/2/2022). Sarasehan bertema seputar pemberdayaan petani jamaah masjid dengan pinjaman Saprodi pertanian tanpa bunga melalui lembaga keuangan konvensional.

Di luar dugaan, tawaran pinjaman Saprodi pertanian tanpa bunga ini kurang mendapatkan respon setelah muncul pertanyaan: jika ada pinjaman tanpa bunga dan tanpa biaya administrasi apapun, maka sumber keuangan dari lembaga keuangan didapat darimana?

Pertanyaan tentang sumber dana dalam program pinjaman tanpa bunga ini adalah merupakan kerja sama bagi hasil antara produsen Saprodi pertanian dengan lembaga keuangan sebagai pengganti bunga dan biaya administrasi.

Artinya, bunga pada lembaga keuangan tetaplah berlaku, dan ini yang tidak mendapatkan tanggapan. Bahkan Ketua PD Parmusi Kabupaten Blora kurang sependapat dengan program ini dan mengusulkan agar dana yang digunakan sebagai bunga bank dapat dikelola oleh para takmir masjid sebagai mitra kerja perusahaan sarana produksi pertanian dalam pemasaran produk kepada para petani jamaah masjid.

Karena penawaran program pinjaman Saprodi pertanian tanpa bunga melalui bank ini kurang mendapatkan respon, akhirnya sarasehan dilanjutkan dengan membahas potensi-potensi ekonomi yang dapat dikembangkan di Kabupaten Blora.

Salah satu potensi besar di kabupaten yang berbatasan dengan kabupaten Bojonegaro ini adalah populasi sapi yang mencapai 275.000 ekor dan kambing serta domba mencapai 160.000 ekor.

Populasi sapi dan kambing tersebut tentu tiap hari buang kotoran dan juga urine yang tidak sedikit. Namun berdasarkan pengakuan para peserta sarasehan yang rata-rata petani dan juga peternak ini, hampir semua kotoran hewan dan urine tidak diolah menjadi pupuk untuk pertanian.

Bahkan kotoran kambing yang sudah mengering di kandang langsung diangkut ke tegalan/sawah, padahal kotoran kambing yang sudah lebih dari 3 bulan mengendap di kandang ini tentu sudah mengering dan tidak mudah hancur.

Terus bagaimana saat musim hujan tiba? Apakah kotoran kambing bisa hancur? Salah satu peserta sarasehan menjelaskan bahwa begitu hujan deras kotoran kambing yang dimaksudkan sebagai pupuk malah terbawa air hujan.

Padahal selama ini kambing-kambing tersebut diberi pakan dari rumput dan tentu ada buah rumput yang masuk ke kandang bercampur dengan kotoran kambing yang akhirnya ikut terbawa ke ladang dan tumbuh di sana.

Kotoran yang dimaksudkan sebagai pupuk terbawa arus air sedangkan buah rumput tertinggal dan tumbuh di ladang dan akhirnya mengganggu tanaman. Karena itu wajar jika akhirnya kotoran hewan, baik sapi dan kambing ini tidak dimanfaatkan secara maksimal.

Urine sapi dari sebanyak 275.000 ekor di Kabupaten Blora, berdasarkan penelitian dalam satu tahun akan mencapai 2. 970. 000. 000 liter, karena tiap hari rata-rata buang urine sebanyak 30 liter.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. Ir. I. Made Sudana, MS dari Udayana Bali mengemukakan bahwa urine sapi dapat digunakan sebagai pupuk maupun sebagai pengendali hama.

Dalam penelitian itu Profesor Made Sudana juga mengutip penelitian Samino (1998) yang menyatakan bahwa 53 % petani di Jawa darahnya sudah terkontaminasi pestisida sintetis, sedangkan di Bali 78 % sayuran di Pancarsari , Bedugul darahnya sudah terkontaminasi pestisida sintestis. Ini sangat membahayakan dan harus disudahi kemudian para petani kembali kepertanian organik.

Penelitian terhadap urine sapi juga pernah dilakukan oleh Fito Hendriyatno dan Mashadi Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Islam Kuantan Singingi Teluk Kuantan, bahwa kandungan hara pada urine sapi yaitu N = 1,00%, P = 0,50% dan K = 1,50%.

Selain itu urine sapi juga mengandung zat perangsang tumbuh yang dapat digunakan sebagai pengatur tumbuh di antaranya IAA. Lebih lanjut dijelaskan bahwa urine sapi juga memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan vegetatif tananaman.

Karena baunya yang khas, urine sapi juga dapat mencegah datangnya berbagai hama tanaman, sehingga urine sapi juga dapat berfungsi sebagai pengendalian hama tananaman serangga, seperti hama tikus dan walangsangit.

Sedangkan kotoran sapi sebanyak 275.000 ekor di Kabupaten Blora secara akumulasi selama satu tahun akan mencapai 1.485.000.000 kg karena berdasarkan kajian mendalam tiap ekor sapi akan buang kotoran rata-rata 15 Kg.

Kotoran sapi juga pernah diteliti oleh Ni Made Eva Yulia Dewi1 , Yohanes Setiyo1 , I Made Nada1 1Program Studi Teknik Pertanian Universitas Udayana Bali. Dalam penelitian itu menegaskan bahwa kotoran sapi berpotensi dijadikan kompos karena memiliki kandungan kimia sebagai berikut: nitrogen 0.4 – 1 %, phospor 0,2 – 0,5 %, kalium 0,1 – 1,5 %, kadar air 85 – 92 %, dan beberapa unsure-unsur lain (Ca, Mg, Mn, Fe, Cu, Zn).

Dari hasil penelitian dari berbagai perguruan tinggi itu maka dapat dikatakan bahwa sebanyak 1.485.000.000 kg kotoran sapi dan urine sebanyak 2.970.000.000 liter urine sapi sesunggunya merupakan potensi ekonomi yang sangat besar karena mampu menggantikan pupuk kimia dan pestisida sintentis.

Jika 1 kg kohe sapi dan 1 liter urine sapi dinilai Rp.300,- saja maka terdapat potensi ekonomi sebanyak Rp.1.336.500.000.000,- tentu bukan nilai yang tidak sedikit bukan??? Ini ibarat tambang emas hitam yang belum dimanfaatkan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here