Menang Rasa Kalah, Kalah Rasa Menang

956
Ray Rangkuti.
Ray Rangkuti.

Jakarta, Muslim Obsession – Bangsa Indonesia sedang menghadapi suasana politik yang serba pelik. Bangsa ini berhadapan dengan mental pemimpin yang saling bertolak belakang, yakni yang dinyatakan menang tapi seolah rasa kalah dan bertingkah serba panik. Sementara yang dinyatakan kalah seolah rasa menang dan juga tak kalah paniknya.

“Dari rasa panik yang sama akhirnya muncul saling lapor, saling curiga, dan ujungnya suasana politik paska pencoblosan pemilu 2019 tak jua menuju reda,” ujar Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/5/2019).

Sekarang ini, semakin banyak yang ditersangkakan dengan pasal makar, di saat mana banyak orang sebelumnya yang telah diterangkan makar, tak jua kasusnya naik ke pengadilan. Pasal makar diobral bukan untuk diselesaikan kasusnya tapi cukup sebagai kerangkeng aktivitas korbannya.

Sementara yang dinyatakan kalah tapi merasa menang, terus menerus menggunakan jalanan sebagai mekanisme solusinya. Padahal, bangsa Indonesia telah membangun begitu banyak infrastruktur demokrasi untuk menyelesaikan berbagai dugaan kecurangan atau pelanggaran dalam pemilu. Hal itu dilakukan agar politik tak lagi diubah dijalanan, tapi di meja dialog dan peradilan.

Pria kelahiran Mandailing Natal, Sumatera Utara, 20 Agustus 1969 ini menyampaikan, mereka menyebut telah mendapat ribuan pelanggaran, tapi sayangnya tak seberapa yang masuk ke lembaga pengawasan. Angka kemenangan diklaim sedemikian rupa. Uniknya porsentasi kemenangan yang disebut malah sekarang dibantah sesama teman koalisi.

“Bagaimana mereka hendak meyakinkan publik di saat partai koalisi mereka sekalipun tidak solid yakin pada angka kemenangan yang diumbar. Lalu, bangsa ini terus menerus diajak ribut. Tak ada yang berusaha untuk saling menahan diri,” ungkap pendiri Lima ini.

Sementara yang dinyatakan menang bahkan membuat benteng dengan aturan dan kewenangan. Yang dinyatakan kalah sibuk menyerang dengan isu curang sembari tak jua mengungkap kebenaran versi mereka dengan transparan.

“Saya kira, kita harus menyatakan suasana ini sebaiknya diakhiri. Harus kembali ditumbuhkan kearifan. Semua kembali ke jalan memperkuat demokrasi. Sama-sama menahan diri hingga perhitungan suara tanggal 22 Mei ditetapkan,” tutur aktivis dan pengamat politik ini.

Ray menyarankan, yang merasa dicurangi, melangkahlah ke Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) dan sebagainya. Selesaikan di sana, ungkap seluruh kecurangan yang dimaksud itu. Jika benar adanya, bangsa ini tak akan diam membiarkan kecurangan.

Sementara yang merasa menang, gunakanlah kekuasaan untuk mengayomi, bukan untuk menakut-nakuti. Sekali dua kali kekuasaan dipakai akan dapat menimbulkan rasa takut. Tapi jika berlebihan, maka arus sebaliknya yang akan muncul. Yakni perlawanan masyarakat, jangan mudah mengobral pasal makar. Kasus lama saja belum jelas ujungnya, tapi korban ketidakjelasan pasal makar ini terus bertambah.

“Saya kira, jauh di atas kalah menang yang diperjuangkan, tujuan kita yang utama adalah membangun keadaban bangsa ini. Moga inilah kali terakhir kita mendapatkan suasana  menang rasa kalah, kalah rasa menang,” pungkas Ray. (Poy)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here