Menag: Moderasi Beragama Rawat Karakter Keberagamaan

383
Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas. (Foto: istimewa)

Jakarta, Muslim Obsession – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, moderasi beragama yang digulirkan Kementerian Agama adalah salah satu upaya untuk merawat karakter keberagamaan yang moderat, toleran, dan saling menghormati.

Oleh karenanya ia mengajak para dai untuk turut membumikan gerakan moderasi beragama sebagai spirit untuk penguatan bangsa.

“Mari kita jadikan dakwah sebagai spirit menjaga dan merawat harmoni Indonesia. Kita buktikan bahwa Indonesia adalah kiblat Islam yang meneduhkan dan visioner,” ujar Menag saat hadir dalam Temu Dai Media di Jakarta, Ahad (26/12/2021).

BACA JUGA: Wujudkan Islam Rahmatan Lil Alamin dengan 5 Prinsip Dakwah di Televisi

Menag juga mengajak para dai untuk menjadikan Indonesia sebagai laboratorium kerukunan umat beragama yang mampu menjadi kiblat perdamaian di dunia.

“Semua ini diperlukan sinergitas dan keterlibatan para dai dalam menjabarkan nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin,” imbuhnya.

Menag meyakini bahwa para ulama di Indonesia mengamalkan Islam yang ramah dan teduh, namun sering memposisikan diri sebagai kelompok silent majority.

“Mari kita sama-sama speak-up dan speak-out yang kencang dan intensif tentang pentingnya mempraktikkan Islam Wasathiyah (jalan tengah),” tambahnya.

BACA JUGA: Kunjungi Arab Saudi, Menag Yaqut Ajak Sebarkan Moderasi Beragama

Tampak hadir dalam temu dai media ini, Menteri Agama periode 2014 -2019 Lukman Hakim Saifudin, Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar, Staf Khusus Menteri Agama Wibowo Prasetyo, dan para Tenaga Ahli Menteri Agama.

Sementara itu, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kamaruddin Amin mengatakan bahwa media merupakan mitra dakwah yang sangat relevan. Sebab, di era digital ini penyampaian dakwah melalui media sangat efektif.

“Saat ini generasi Z yang jumlahnya mungkin lebih dari 50% akrab dengan media sosial. Mereka menerima banyak informasi agama dari mulai wacana konservatif hingga liberlisme dan Islamisme. Mereka memerlukan penetrasi sehingga informasi yang diterima bisa dicerna ulang,” tegas Kamaruddin. (Fath)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here