Membandingkan Anies dengan Ahok Usai Khatam Al-Quran

1562
Ahok 1
Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. (Foto: Edwin B/Obsessionnews.com)

Kampanye Negatif

Sebagai sebuah brand, Ahok yang semula menjadi market leader berhasil dikalahkan oleh kompetitornya bernama Anies Baswedan. Sebagai Gubernur DKI, Anies lah yang sekarang menjadi menjadi market leader.

Agar persaingan tetap terjaga (the same playing field) maka Ahok dan timnya tampaknya tengah menerapkan beberapa strategi. Tidak hanya image building, berupa rebranding, namun mereka juga melakukan downgrading terhadap produk kompetitor, berupa strategi kampanye negatif (negative campaign).

Itulah yang menjelaskan mengapa ketika Anies menyebut kata “pribumi” dalam pidatonya langsung menimbulkan keriuhan yang tidak proporsional. Begitu juga dengan hebohnya para pedagang di Pasar Tanah Abang yang kembali berjualan di jalan, sampai soal Sandi Uno yang tidak memakai sepatu dan ikat pinggang sesuai surat edaran gubernur. Itu semua adalah bentuk strategi untuk membuat reputasi dan brand dari Anies menurun.

Harus diakui, tim yang bekerja untuk Ahok ini sangat terencana, sistematis, militan, dan didukung oleh kekuatan media, media sosial dan di belakangnya ada pemodal yang memiliki dana cukup besar. Mereka menerapkan sebuah strategi tombak kembar, image building sekaligus downgrading. Rebranding dan negative campaign.

Tahap berikutnya, dan ini nampaknya yang akan menjadi senjata andalan, adalah strategi deferensiasi. Sebuah upaya membandingkan Ahok dengan Anies secara terbuka, dan kontras. Head to head. Tujuannya berupa penegasan atas positioning Ahok.

Salah satu jualan utama mereka adalah “ketegasan” Ahok. Isu ini akan coba dibenturkan dengan figur Anies sebagai seorang akademisi yang mereka asumsikan tidak mungkin berani tegas seperti Ahok. Dalam konteks inilah mengapa kemudian isu para pedagang Tanah Abang yang kembali berjualan di pinggir jalan digoreng secara besar-besaran di media, maupun media sosial.

Di situs video berbagi Youtube bahkan ada yang membuat visual berbagai perbedaan antara Anies dengan Ahok sejak hari pertama keduanya menjadi Gubernur DKI. Dalam berbagai tayangan video digambarkan bagaimana Ahok menyelesaikan berbagai persaoalan di Jakarta dengan cara yang tegas.

Opini publik akan digiring bahwa hanya Ahok yang berhasil mengelola Jakarta dengan baik. Ahok adalah pemimpin yang tegas dan berani. Warga Jakarta akan dibuat menyesal karena tidak memilih Ahok. Buktinya ketika Jakarta tidak lagi dipimpin Ahok, semua yang sudah tertata kembali berantakan.

Persepsi ini akan terus menerus dijejalkan dalam memori kolektif publik. Jangan kaget bila media massa dan media sosial akan dijejali berbagai isu model pedagang Tanah Abang dengan berbagai variannya. Gaya pemasaran semacam ini mengadopsi strategi repetisi dengan tujuan agar para konsumen (pemilih) mengingat produk tersebut. “Ahok adalah figur yang tegas, Anies adalah figur yang lemah.”

Menghadapi strategi kompetitor yang ofensif Ahok dan timnya, jawaban paling tepat adalah terus melakukan inovasi. Anies dan timnya juga harus terus menerus mengingatkan publik bahwa antara tegas dengan kasar itu dua hal yang berbeda.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here