Muslim Obsession – Tak banyak orang tahu bahwa momentum memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi peristiwa yang memiliki irisan bersejarah dalam perjalanan Perang Salib.
Bagaimana bisa?
Sejarah mencatat, umat Islam yang terlibat dalam Perang Salib atau The Crusade sempat kehilangan ruh semangat perjuangan dan ukhuwah islamiyah. Saat itu, umat Islam sedang berjuang keras mempertahankan diri dari serangan tentara salib Eropa, yakni dari Prancis, Jerman, dan Inggris.
Menukil Islam Kaffah, Pertahanan umat Islam sempat porak poranda, sehingga pada tahun 1099 M tentara salib berhasil merebut kota Yerusalem dan Masjid al Aqsa, salah satu masjid paling bersejarah diubah menjadi gereja.
Kekalahan umat Islam dipicu hilangnya ruh semangat perjuangan dan ukhuwah Islamiyah karena sifat rakus dan cinta dunia. Lebih parah lagi, secara politis memang umat Islam terbelah dalam banyak kerajaan dan kesultanan.
Dinasti Bani Abbas yang ada di Kota Baghdad sebagai pimpinan tertinggi yang membawahi semua kesultanan dan kerajaan yang lain tidak mampu mempersatukan beberapa kesultanan tersebut. Karena dinasti Abbasiyah tak lebih hanya lambang persatuan spiritual.
Dari sini bisa dipahami, apapun bentuk sistem kekuasaan, seperti kerajaan, kesultanan atau khilafah sekalipun, kalau jiwa umat Islam kerdil dan masih cinta dunia tidak akan memberikan kontribusi apapun terhadap perkembangan Islam. Semangat api semangat Islam hampir padam. Kekalahan demi kekalahan dialami umat Islam.
Pada saat yang genting dan gawat yang sedemikian parahnya, tampillah seorang pemimpin gagah berani yang mampu membangkitkan semangat umat Islam. Adalah Sultan Salahuddin al Ayyubi atau Saladin dalam penyebutan lidah orang Eropa, seorang pemimpin yang trengginas dan terampil, serta mampu menyentuh hati rakyat jelata.
Salahuddin kala itu sebagai pemimpin Dinasti Bani Ayyub, jabatan politis setingkat Gubernur. Pusat kesultanannya berada di kota Qahirah (Kairo), Mesir, daerah kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suriah dan Semenanjung Arabia.
Dalam pandangan beliau, tidak ada cara lain untuk menghidupkan kembali semangat juang umat Islam kecuali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Nabi Muhammad. Yakni, dengan memperingati hari kelahiran Rasulullah. Maulid Nabi.
Ia menyerukan umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad, 12 Rabiul Awal kalender Hijriyah, yang selama ini berlalu begitu saja, lewat seakan tidak pernah terjadi kejadian luar biasa, mulai saat ini harus dirayakan secara massal.
Ide maulid akbar Nabi Muhammad ini disampaikan Salahuddin sekaligus meminta persetujuan dari khalifah di Baghdad, yakni al Nashir, khalifah menyetujui ide cemerlang yang memang semestinya dilakukan oleh umat Islam setiap tahunnya.
Segera saja, pada musim ibadah haji bulan Dzulhijjah 579 H bertepatan dengan 1183 Masehi, Salahuddin sebagai penguasa haramain, Makkah dan Madinah, mengeluarkan imbauan dan instruksi kepada seluruh jemaah haji, setelah kembali ke kampung halaman masing-masing untuk segera mensosialisasikan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun ini pada setiap tanggal 12 Rabiul Awal dirayakan sebagai hari Maulid Nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.
Mendapat Tentangan
Awalnya, ide perayaan maulid ini mendapat protes dari para ulama. Merayakan Maulid Nabi dalam pandangan mereka adalah sesuatu yang menyalahi aturan agama Islam. Bid’ah. Alasannya, karena pada masa Nabi tidak pernah dilakukan.
Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Menanggapi kritik para ulama ini, dengan bijak Salahuddin menjelaskan bahwa perayaan Maulid Nabi tidak lebih hanya kegiatan untuk menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang jelek.
Dan, pada tahun 580 H atau tahun 1184 M, Sultan Salahuddin untuk pertama kalinya merayakan peringatan Maulid Nabi. Salah satu agenda dalam gebyar Maulid Nabi ini adalah sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin.
Semua ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut.
Singkat cerita, Syaikh Ja’far al Barzanji terpilih menjadi pemenangnya. Kitab Barzanji karyanya mampu mengungguli karya-karya yang lain.
Ternyata peringatan Maulid Nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Umat Islam dengan semangat membara bangkit untuk menghadapi perang salib.
Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga tiga tahun setelah perayaan Maulid Nabi untuk pertama kalinya dan dirayakan tiap tahunnya, yakni pada tahun 583 H atau 1187 M, Yerusalem ditaklukkan oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjid al Aqsa kembali ke pelukan umat Islam, menjadi masjid kembali, sampai hari ini.
Kitab Al-Barzanji ditulis dengan tujuan untuk meningkatkan kecintaan kepada Rasulullah SAW dan meningkatkan gairah umat. Dalam kitab itu riwayat Nabi SAW dilukiskan dengan bahasa yang indah dalam bentuk puisi dan prosa (nasr) dan kasidah yang sangat menarik.
Dalam Barzanji diceritakan bahwa kelahiran kekasih Allah ini ditandai dengan banyak peristiwa ajaib yang terjadi saat itu, sebagai genderang tentang kenabiannya dan pemberitahuan bahwa Nabi Muhammad adalah pilihan Allah. Kandungannya merupakan khulasah (ringkasan) Sirah Nabawiyah yang meliputi kisah kelahiran beliau, pengutusannya sebagai rasul, hijrah, akhlaq, peperangan hingga wafatnya.
Salah satu hal yang mengagumkan sehubungan dengan karya Ja’far Al-Barzanji adalah kenyataan bahwa karya tulis ini tidak berhenti pada fungsinya sebagai bahan bacaan. Dengan segala potensinya, karya ini kiranya telah ikut membentuk tradisi dan mengembangkan kebudayaan sehubungan dengan cara umat Islam diberbagai negeri menghormati sosok dan perjuangan Nabi Muhammad SAW.
Nama Barzanji diambil dari nama pengarangnya, seorang sufi bernama Sayyid Ja’far bin Hasan bin Abdul Karim bin Muhammad Al Barzanji. Beliau adalah pengarang kitab Maulid yang termasyur dan terkenal dengan nama Maulid Al-Barzanji.
Karya tulis tersebut sebenarnya berjudul ‘Iqd Al-Jawahir (kalung permata) atau ‘Iqd Al-Jawhar fi Mawlid An-Nabiyyil Azhar. Barzanji sebenarnya adalah nama sebuah tempat di Kurdistan, Barzanj.
Kitab Maulid Al-Barzanji karangan beliau ini termasuk salah satu kitab maulid yang paling populer dan paling luas tersebar ke pelosok negeri Arab dan Islam, baik Timur maupun Barat. Bahkan banyak kalangan Arab dan non-Arab yang menghafalnya dan mereka membacanya dalam acara-acara keagamaan yang menandai kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW.
Wallahu a’lam.