Maroko Putuskan Hubungan Diplomatik dengan Iran

969
Menteri Luar Negeri Maroko, Nasser Bourita (Photo: Al-Jazeera)

Maroko, Muslim Obsession – Pemerintah Maroko mengumumkan akan memutus hubungan diplomatik dengan Iran atas dukungan Teheran untuk Front Polisario, sebuah gerakan kemerdekaan Sahara Barat.

Kementerian luar negeri Maroko mengatakan pada Selasa (1/5/2018) waktu setempat, akan menutup kedutaannya di Teheran dan mengusir duta besar Iran di Rabat atas dukungan Iran untuk Polisario.

Rabat menuduh Teheran dan proksi Lebanon Hizbullah telah melatih dan mempersenjatai pejuang Front Polisario. Menteri Luar Negeri Maroko, Nasser Bourita, mengaku memiliki bukti yang memberatkan pemerintah Iran.

Ia menuding Iran telah membantu Hizbullah dalam memberikan dukungan keuangan serta logistik kepada Polisario melalui kedutaannya di Aljazair. Bourita mengatakan dia mempresentasikan bukti tersebut kepada mitranya di Iran. Termasuk dokumentasi pengiriman senjata yang dilakukan kepada kelompok pemberontak.

“Bulan ini Hizbullah mengirim rudal SAM9, SAM11 dan Strela ke Polisario secara diam-diam kepada kedutaan Iran di Aljazair,” katanya kepada wartawan, sebagaimana dilansir Al-Jazeera, Rabu (2/5/2018).

Bourita menegaskan bahwa Maroko mengambil tindakan dengan memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran dan menutup kedutaannya di Teheran.

“Saya baru saja kembali dari Iran setelah memberitahukan keputusan Maroko untuk memutuskan hubungan dengan Iran. Duta besar Rabat telah kembali ke negara asal dan duta besar Iran diusir pada Selasa (1/5/2018) secepat mungkin,” pungkasnya.

Sementara itu, tidak ada reaksi langsung dari pemerintah Iran terhadap tindakan atau tuduhan Maroko. Namun, Hizbullah membantah dalam sebuah pernyataan bahwa mereka melatih dan mempersenjatai Polisario. Hizbullah mengklaim keputusan Maroko di bawah tekanan Amerika, Israel dan Saudi.

Perang di wilayah Sahara Barat terbelah oleh dinding tanah di mana wilayah timur struktur berada di bawah Front Polisario yang didukung Aljazair. Spanyol melepaskan kendali atas wilayah itu pada 1975 yang kemudian diklaim oleh Mauritania, Maroko, dan Polisario.

Mauritania, bagaimanapun, menarik klaimnya terhadap wilayah itu dan mulai mengakui Republik Demokratik Arab Sahrawi pada tahun 1984. Upaya PBB berulang kali gagal untuk menengahi penyelesaian atas wilayah sengketa yang Polisario katakan milik rakyat Sahrawi.

Maroko, yang menguasai 90 persen wilayah termasuk tiga kota utamanya, bersikeras mengakui wilayah itu merupakan bagian integral dari kerajaan. (Vina)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here