M Natsir, KH Muslich, dan SM Kartosuwirjo

3184
SM. Kartosuwiryo, M. Natsir, dan KH. Muslich.
Ilustrasi: SM. Kartosuwiryo, M. Natsir, dan KH. Muslich.

Oleh: Lukman Hakiem (Peminat Sejarah, Sekretaris Majelis Pakar PP Parmusi)

AKHIR Desember 1950, Perdana Menteri M Natsir menugaskan KH Muslich untuk menyampaikan Amanat Pemerintah RI kepada “Tuan SM. Kartosuwirjo”. Kiai Muslich dan Kartosuwirjo adalah dua sahabat lama, sesama aktivis Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII).

 

Sesudah Dua Kali Ikhtiar

INI adalah ikhtiar ketiga yang dilakukan Natsir untuk melunakkan hati Kartosuwirjo yang merasa ditinggalkan oleh Republik lantaran Perjanjian Renville telah mengosongkan Jawa Barat dari Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Di masa permulaan Renville, Kartosuwirjo diminta oleh Bung Hatta untuk menjaga Jawa Barat. Dia bolak-balik ke Yogya bertemu Wakil Presiden, dan mendapat bantuan anggaran.

Menjelang Proklamasi Darul Islam, Natsir sedang berada di Bandung melaksanakan tugas dari Wakil Presiden Mohammad Hatta berkomunikasi dengan masyarakat Jawa Barat agar tetap mendukung Republik.

Natsir meminta kesediaan gurunya yang juga teman dialog Kartosuwirjo, Ustadz Ahmad Hassan, membawa surat tulisan tangan Natsir kepada Kartosuwirjo. Isinya singkat: “Jangan proklamasikan Darul Islam. Mari berjuang di dalam Republik Indonesia.”

Surat itu sampai di tangan Kartosuwirjo, persis pada saat Proklamasi DI dikumandangkan. Terlambat!

Mengapa terlambat? Karena Kartosuwirjo dijaga sangat ketat. Sesudah tiga hari berada di markas Kartosuworjo, barulah Ustadz Hassan dibolehkan bertemu Kartosuwirjo. Itupun sesudah Ustadz Hassan berkali-kali memperkenalkan diri: “Saya Hassan, Hassan Bandung.”

Kalaupun tidak terlambat, tidak mudah meyakinkan Kartosuwirjo. “Baginya yang berat ialah menjilat ludah kembali,” kata Natsir.

Ketika Natsir menjadi Perdana Menteri, dia mengeluarkan seruan: “Mari  Kita Kembali ke Republik!” Seruan itu ditujukan kepada kaum DI, orang-orang Partai Komunis Indonesia (PKI), gerombolan Merapi-Merbabu Complex (MMC), Laskar Harimau Liar di Sumatera Utara.

Seruan itu kurang berhasil, antara lain karena menyangkut niat baik TNI untuk menerima mereka kembali sebagai teman seperjuangan.

Yang terjadi justru insiden seperti yang menimpa pasukan DI pimpinan Amir Fatah di Tegal yang hendak menyerahkan diri. Bukan diterima baik-baik, mereka malah ditangkap. Akibatnya, yang lain tidak jadi turun gunung.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here