Larangan Potong Kuku dan Rambut untuk Keluarga Shahibul Qurban

686

Oleh: Ustadz Ahmad Anshori, Lc. (Alumni Universitas Islam Madinah)

Terhitung sejak memasuki bulan Dzulhijah, para pengqurban tidak boleh memotong rambut dan kuku, sampai prosesi pemotongan hewan qurbannya dilaksanakan.

Dasarnya adalah larangan Nabi ﷺ berikut,

إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ

“Jika kalian telah melihat hilal Dzulhijah (yakni telah masuk satu Dzulhijah, pen) dan kalian ingin berqurban, maka hendaklah shohibul qurban membiarkan (artinya tidak memotong) rambut dan kukunya,” (HR. Bukhori).

Ada perbedaan pendapat yang cukup kuat di kalangan para ulama terkait hukum larangan ini. Mazhab Syafi’i berpandangan larangan pada hadits di atas bermakna makruh. Sementara dalam Imam Ahmad dan Ishaq, larangan pada hadits di atas bermakna haram. Pendapat inilah yang dinilai kuat oleh komisi fatwa kerajaan Saudi Arabia (Lajnah Da-imah). (Lihat: Fatawa Lajnah Da-imah nomor 1407)

Rambut yang dilarang dipotong mencakup rambut mubah dan yang mustahab. Rambut mubah maksudnya adalah seluruh rambut yang ada di tubuh kita, yang tidak ada anjuran mencukurnya.

Adapun rambut mustahab maksudnya, rambut yang dianjurkan untuk dicukur, seperti kumis, bulu kemaluan dan mencabut bulu ketiak. (Lihat: Bidayatul Faqiih, Karya Dr. Salim Al-Ajmi, hal. 472)

Kemudian, qurban termasuk jenis ibadah yang pahalanya dapat kita niatkan untuk dibersamakan, seperti berqurban dengan niat diri kita untuk keluarga, atau handai taulan atau yang lainnya.

Sebagaimana pernah dilakukan Nabi ﷺ saat beliau menyembelih hewan qurban, beliau berdoa,

اللّهُمّ هَذَا عَنِّي، وَعَمَّنْ لَـمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي

“Ya Allah ini –kurban– dariku dan dari umatku yang tidak berkurban,” (HR. Abu Daud, no.2810 dan Al-Hakim 4:229 dan dishahihkan Syekh Al-Albani dalam Al Irwa’ 4:349).

Dalam hadits dari sahabat Abu Ayyub radhiyallahu’anhu yang dinyatakan,

كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ

”Pada masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai kurban bagi dirinya dan keluarganya,” (HR. Tirmidzi, ia menilainya shahih, Minhaajul Muslim, Hal. 264 dan 266).

Namun kemudian muncul pertanyaan, larangan memotong kuku dan rambut apakah berlaku juga untuk orang-orang yang dicakupkan dalam niat qurban kita? Jawabannya adalah, larangan tersebut hanya berlaku untuk si pengqurban saja, tidak untuk keluarga yang dia niatkan.

Hal ini berdasarkan zhahir hadits berikut,

مَنْ كَانَ لَهُ ذِبْحٌ يَذْبَحُهُ فَإِذَا أُهِلَّ هِلاَلُ ذِى الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّىَ

“Siapa saja yang ingin berqurban dan apabila telah memasuki awal Dzulhijah (1 Dzulhijah), maka janganlah ia memotong rambut dan kukunya sampai ia berqurban,” (HR. Muslim).

Pada hadits di atas, Nabi ﷺ mengaitkan larangan memotong kuku dan rambut dengan si pengqurban saja, yakni orang yang keluar biaya untuk beli qurban atau yang mengqurbankan hewan qurban piaraannya.

Dalam Fatawa Lajnah Da-imah diterangkan,

فتبين بهذا : أن هذا الحديث خاص بمن أراد أن يضحي فقط ، أما المضحى عنه فسواء كان كبيراً أو صغيراً فلا مانع من أن يأخذ من شعره أو بشرته أو أظفاره بناء على الأصل وهو الجواز ، ولا نعلم دليلاً يدل على خلاف الأصل

“Dari hadits di atas tampak jelas, bahwa hadits ini khusus berkenaan dengan orang yang hendak berqurban saja. Adapun orang-orang yang dicakupkan dalam niat qurban, baik dewasa maupun kanak-kanak, tidak ada larangan untuk memotong rambut atau kukunya. Hal ini berdasarkan hukum asal memotong rambut dan kuku adalah mubah. Dan kami tidak mendapati dalil yang menyelisihi hukum asal ini,” (Lihat : Fatawa Lajnah Da-imah nomor 1407)

Demikian. Wallahu a’lam bish shawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here