LaNyalla: Yang Harus Dihapus itu Korupsi, Bukan Subsidi!

551
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. (Foto: istimewa)

Jakarta, Muslim Obsession – Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menegaskan, subsidi merupakan amanat Pancasila dan tertulis di pembukaan konstitusi sebagai bagian dari cita-cita dan tujuan nasional negara ini.

Oleh karenanya, kata LaNyalla, yang harus dihapus itu korupsi, bukan subsidi.

“Negara ini lahir untuk melindungi tumpah darah, mencerdaskan kehidupan dan memajukan kesejahteraan rakyatnya. Hal itu dilakukan dengan memastikan rakyatnya tidak semakin menderita dan miskin,” tandasnya melalui siaran pers, Ahad (4/9/2022).

Ia menambahkan, jika kenaikan harga BBM akan membuat rakyat semakin menderita dan menambah jumlah kemiskinan, maka itu tidak boleh ditempuh oleh pemerintah sebagai kebijakan. Apalagi diyakini bantuan langsung tunai (BLT) belum 100 persen menjawab persoalan.

BACA JUGA: Ada di Segala Bidang, LaNyalla Minta Pemerintah Serius Berantas Pungli

“Seolah subsidi untuk kepentingan hajat hidup orang banyak itu optional (pilihan, red). Bisa dicabut sebagai pilihan. Itu karena kita memahaminya sebagai subsidi. Padahal itu kewajiban negara. Apakah nanti BLT juga akan terus-menerus? Mungkin tidak juga. Jadi perlahan-lahan bisa dihentikan juga,” imbuhnya.

Tokoh berdarah Bugis yang besar di Surabaya ini mengingatkan, bahwa kewajiban negara adalah untuk memastikan rakyat, sebagai pemilik kedaulatan yang sah, dapat mengakses kebutuhan hidupnya dengan layak. Dan semakin hari semakin sejahtera. Bukan semakin susah. Apalagi sampai bunuh diri karena kemiskinan.

“Jangan menambah paradoksal yang sekarang semakin banyak. Justru yang wajib dilakukan pemerintah adalah menghilangkan total korupsi yang membebani APBN kita. Jangan kemudian memberi perlindungan rakyat dianggap membebani APBN. Sementara bayar bunga utang sekitar 400 triliun rupiah setahun pemerintah tidak mengeluh,” ungkapnya.

BACA JUGA: LaNyalla: Pertumbuhan Tanpa Pemerataan, Bukan Ekonomi Pancasila

LaNyalla melanjutkan, indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia masih berkutat di angka 37 hingga 40 dalam beberapa tahun ini. Dan Indonesia masih berkutat di peringkat 96 hingga 102 dari 180 negara di dunia.

“Artinya ada kerugian perekonomian negara yang besar. Yang seharusnya sampai ke rakyat sebagai bagian dari kewajiban negara,” ucapnya.

Sehingga, tambahnya, sudah seharusnya negara serius terhadap persoalan ini. Termasuk membongkar semua kerugian perekonomian negara akibat perlindungan-perlindungan gelap terhadap kejahatan perjudian, narkoba, pencucian uang, penambangan ilegal dan kejahatan ekonomi lainnya.

BACA JUGA: Ketua DPD RI Desak Isu Aliran Dana Korupsi CPO Mengalir ke Parpol Diusut Tuntas

“Dan yang paling penting, kita harus kembali kepada Pancasila dan sistem bernegara yang telah dirumuskan para pendiri bangsa, agar negara ini kembali berdaulat atas sumber kekayaan Indonesia. Sehingga tidak semakin dinikmati segelintir orang yang berkolaborasi dengan Asing dan Aseng,” pungkasnya.

Seperti diketahui, LaNyalla memang menggagas kesadaran bangsa Indonesia untuk kembali ke sistem asli yang dirumuskan para pendiri bangsa, di mana seluruh elemen rakyat ikut menjadi penentu arah perjalanan bangsa, dan kembali fokus kepada Pasal 33 UUD 1945 naskah asli berikut penjelasannya.

Sebelumnya pada 21 Agustus lalu, LaNyalla sudah mengingatkan pemerintah untuk tidak mengambil opsi kenaikan harga BBM. Karena kebijakan itu bisa memiliki efek domino yang serius. Oleh sebab itu, pemerintah harus mendengarkan suara keberatan dari masyarakat. (Fath)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here