Kopi Sehat UBM: Ulama Pewaris Para Nabi

490

Oleh: Ustadz Buchory Muslim (Dai PARMUSI – Politisi Partai UMMAT)

Allah Ta’ala berfirman:

 ؕ اِنَّمَا يَخۡشَى اللّٰهَ مِنۡ عِبَادِهِ الۡعُلَمٰٓؤُا ؕ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيۡزٌ غَفُوۡرٌ

“Sungguh hanyalah yang takut pada Allâtlh dari hamba-hambaNya adalah para ‘Ulamá. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Maha Pengampun,” (QS. Fàthir: 28).

KATA ‘Ulamá bermakna ‘orang yang ahli dalam hal atau dalam pengetahuan agama Islam’. Dengan kata lain, ‘Ulamá pastilah punya pengetahuan agama yang jauh lebih luas dibandingkan ustadz yang dinilai ‘sebatas guru agama’ saja.

Menjadi ‘Ulamá yang sesungguhnya cukup berat dan tidak main-main. Seorang ‘Ulamá haruslah menguasai ilmu-ilmu tertentu dan dalil hukum dalam Islam, terutama penguasaan bahasa Arab beserta ilmu-ilmunya.

BACA JUGA: Kopi Sehat UBM: Filosofi Kopi tentang Kehidupan

Lalu kalau Alim Ulama?

Merujuk pada KBBI, ‘Alim ‘Ulamá adalah orang-orang pandai dalam pengetahuan agama Islam. Secara bahasa, kata alim berasal dari “àlim” yang berarti orang yang memiliki pengetahuan.

Bentuk jamak dari kata ini sendiri adalah “‘Ulamá”, yang menjadi asal kata ‘Ulamá. Dengan pengertian secara bahasa ini, para pakar di ilmu-ilmu lain pun bisa menjadi ‘Ulamà di bidangnya masing-masing.

Tugas ‘Ulamá bukan mutlak atau harus menjadi musuh bagi rezim, juga pasti jelas bukan menjadi stempel kezhaliman atau pembenaran terhadap pelanggaran atau kesewenangan rezim. Tugas ‘Ulamá adalah da’wah dan amar ma’ruf nahyu munkar, termasuk kepada rezim.

BACA JUGA: Kopi Sehat UBM: Nasib Negeri Bertauhid

Jika penguasa taat, maka ulama mendekat dan mendukung, seperti dekatnya para ‘Ulama pada ‘Umar bin ‘Abdul ‘Azïz. Sebaliknya, jika rezim zhalim, maka ‘Ulamá menasehati, mengkritik, dan berusaha menjauh, seperti yang terjadi pada Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal رحمهما الله.

Jika ‘Ulamá cenderung terus membenarkan dan menjadi stempel, saat penguasa begitu zhalim, bahkan kezalimannya bukan sekadar mengkriminalisasi atau mencari-cari kesalahan, tetapi sampai pada tingkat merecoki bahkan mengganti dan menolak hukum Alláh ﷻ maka ‘Ulamá seperti ini adalah ulama suu’, alias ‘Ulama yang telah rusak atau membusuk.

Kita sangat berharap, peran ‘Ulamá ke depan ‘bukan sekadar’ menjadi pagar bangsa dengan narasi-narasi kebangsaannya, tetapi jika perlu tampil lebih besar dalam memainkan perannya dengan menjadi pemimpin bangsa sekalian, karena ‘Ulamà adalah Pewaris para Nabi.

Aamiin Yá Rabbal ‘álamïn.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here