Komnas Haji dan Umrah Desak Pemerintah untuk Jadi Penyelenggara Ibadah Umrah

1094
Jemaah Haji
Jemaah Haji (Photo: Aktual.com)

Jakarta, Muslim Obsession – Komisi Nasional (Komnas) Haji dan Umrah mendesak pemerintah untuk menjadi penyelenggara ibadah umrah.

Desakan ini muncul akibat kasus penelantaran jamaah di tanah suci oleh penyelenggara umrah Abu Tours baru-baru ini, setelah sebelumnya hal serupa juga dilakukan oleh biro umrah First Travel, Hannien Tour, dan Soulusi Balad Lumampah SBL.

Menurut Ketua Umum Komnas Haji dan Umrah, Mustolih Siradj, calon jamaah yang terlantar selama ini tidak kurang dari 100 ribu orang dengan total kerugian mencapai lebih dari Rp 1 triliun.

“Saya kira potensinya akan terus meledak,” jelas Ketua Umum Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj, Rabu (15/2/2018).

Mustolih mengaku miris dengan situasi ini karena biro-biro umrah tersebut telah berstatus sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang mendapatkan legalitas dari Kementerian Agama (Kemenag).

“Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintah harus menyatakan situasi ini sebagai darurat penyelenggaraan ibadah umrah,” jelasnya.

Oleh karena itu, kata Mustolih, sudah saatnya pemerintah terjun langsung sebagai penyelenggara ibadah umrah sebagaimana penyelenggaraan ibadah haji. Menurut dia, regulasi terkait hal itu sudah tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.

UU tersebut menyebutkan layanan umroh diselenggarakan oleh Pemerintah dan atau pihak swasta yang telah diberikan izin.

“Jadi pemerintah sudah punya payung hukumnya,” ungkapnya.

Menurut Mustolih, animo masyarakat pergi umrah kian meningkat dari tahun ke tahun. Salah satunya disebabkan lamanya daftar tunggu berangkat haji. Bahkan antrian haji di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, mencapai 35 tahun.

“Akhirnya banyak orang beralih ke ‘haji kecil’ yang disebut umrah,” tuturnya

Mustolih mengatakan saat UU tersebut dibuat jemaah yang berangkat masih berkisar 20 hingga 30 ribu orang per tahun. Sehingga regulasi soal umrah masih menjadi satu dengan haji. “Sekarang jemaah umrah tahun 2017 saja sudah 850 ribu,” bebernya.

Namun, kata dia, antusiasme masyarakat ternyata menimbulkan problem di kemudian hari. Banyak biro umrah berlomba-lomba mencari calon jemaah. Bahkan untuk menarik minat calon jemaah, mereka berani membanderol dengan harga murah.

Sayangnya, kata dia, para jemaah tidak meneliti pelayanan yang akan diberikan oleh biro-biro umrah berbiaya murah tersebut. Puncaknya adalah kasus First Travel pada tahun 2017 yang menelantarkan 58.000 calon Jemaah dengan total kerugian Rp 800 miliar.

Disusul dengan SBL dengan total kerugian Rp 300 miliar dan Hannien Tour sebesar Rp 37 miliar. “Komnas Haji dan Umrah mengadvokasi sekitar 300-an jemaah First Travel, yang sampai sekarang belum jelas pengembalian dananya,” jelasnya.

Ironisnya, lanjut Mustolih, calon jemaah tidak bisa menuntut ganti rugi kepada pemerintah karena dana disetor ke rekening travel. Berbeda jika pemerintah menjadi peyelenggara umrah, masyarakat akan memiliki kepastian karena dana disetor kepada Kementerian Agama.

“Jadi pemerintah bukan mengambil alih, karena jika mengambil alih, swasta seolah tidak diberikan ruang lagi,” tegasnya. (Iqbal)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here