Kisah Tikus Karung dan Islam

894
Ilustrasi: Karung.

Oleh: Anton Permana (Pengamat Keislaman)

Seorang Profesor asal Perancis sedang melakukan penelitian arkeologi tentang Piramida tua di Mesir. Dalam perjalanan dirinya dari lokasi Piramida menuju Kairo, Profesor ini sengaja naik kereta api agar bisa relaks dan menikmati alam Mesir yang begitu eksotil dan sakral akan peninggalan peradaban tertua di dunia ini.

Di atas kereta api, Profesor kebetulan satu tempat duduk bersama seorang pria tua yang kebetulan membawa satu buntal karung.

Awalnya, Profesor tak begitu peduli dengan pria tersebut. Namun, ada yang ganjal dilihat ilmuwan ini dari tingkah laku pria ini selama dalam perjalanan. Yaitu setiap lima atau sepuluh menit, pria ini menendang-nendang buntalan karungnya itu sambil menggoyang-goyang karung tersebut berulang kali.

Namanya ilmuwan yang haus akan ilmu pengetahuan. Akhirnya Profesor yang penasaran ini bertanya kepada pria tersebut.

Profesor: “Kalau saya boleh bertanya, benda apa yang anda bawa di dalam karung itu ?”

Pria tua: “Ohh itu adalah kumpulan tikus yang ada di ladang gandum saya”.

Profesor: (Dengan mimik semakin heran dan penasaran). “Untuk kegunaan apa tikus itu jauh-jauh anda bawa dan untuk siapa?”

Pria tua: “Tikus ini ada yang order buat laboratorium pemerintah untuk sebuah penelitian. Saya mau mengantarkannya langsung. Dan ini sudah biasa saya lakukan dalam beberapa tahun ini “.

Profesor: (Sambil manggut-manggut). “Lalu kenapa anda selalu menendang tikus itu dan menggoyang-goyang karungnya setiap saat?”

Pria tua: “Kalau itu adalah tradisi kami sejak dulu di ladang. Saya menendang dan menggoyang-goyang tikus itu agar tikus itu selalu sibuk dan ribut antar sesama dia di dalam karung. Karena, kalau mereka tenang-tenang saja tanpa diganggu, maka tikus itu bisa menggigit dan mengoyak karung ini dengan gigi dan kukunya yang tajam.

Makanya saya goyang dan tendang terus karung ini supaya tikus-tikus ini lupa kalau mereka sebenarnya punya senjata, punya kekuatan untuk melepaskan diri dari karung ini”. (Jawab pria tua itu santai).

Profesor: “Ohh begitu ternyata. (Jawab Profesor ini baru paham dan mengerti).

Apa yang bisa kita ambil pesan dan informasi dari cerita di atas? Begitulah kira-kira yang terjadi terhadap umat Islam hari ini khususnya di Indonesia.

Hampir setiap saat kita disibukkan oleh prilaku dan berita-berita yang memancing emosi kita sebagai muslim. Belum lama, kita dihebohkan dengan wanita yang bawa anjing kevdalam masjid. Ributlah semuanya sampai lapor ke kantor polisi. Tapi akhirnya wanita itu dilepas karena stress sesuai keterangan polisi.

Sesudahnya statement-statement para menteri yang nyeleneh seakan melecehkan umat Islam. Yang mengkaitkan cadar, celana cingkrang dengan radikalisme. Adalagi tuduhan provinsi radikal, belum usai muncul ungkapan ajaran Nabi haram diterapkan.

Baru-baru ini adalagi insiden nasi anjing yang dibagikan kelompok minoritas kepada komunitas muslim di Jakarta. Belum usai, datang lagi pembagian sembako berisikan sampah. Habis ini entah apalagi yang terjadi dimana ujung semua itu adalah penghinaan, pelecehan, kesewenang-wenangan terhadap Islam di negeri ini.

Berkaca dari cerita pembuka yang sudah disampaikan di awal tulisan. Barulah kita paham dan mengerti, ternyata apa yang terjadi terhadap umat Islam Indonesia hari ini bukanlah natural atau kejadian bisa-biasa saja.

Ada semacam upaya sistematis agar kita umat Islam ini dibuat sibuk, marah, ribut, dan tidak tenang antara satu sama yang lainnya. Emosi kita diaduk-aduk, antara geram dan sakit hati. Jumlah kita yang mayoritas di negeri ini seolah tak dianggap apa-apa bak buih di lautan.

Dengan membaca kisah di awal tulisan itulah, baru kita paham bahwa semua itu adalah “by design”. Segala bentuk tindakan provokasi yang sengaja mengobok-ngobok peribadatan dan simbol Islam semuanya itu ada yang menciptakan, ada yang menggerakkan, dan ada yang mengkoordinir.

Tujuannya apa? Agar kita semua umat Islam lengah, sibuk, dan ribut antar sesama. Energi kita habis hanya untuk masalah yang memang sengaja mereka ciptakan. Hingga kita lupa, bahwa ada agenda lebih besar yang seharusnya bisa kita lakukan.

Seharusnya banyak hal yang bisa umat Islam lakukan untuk negeri ini. Skenario provokasi itulah yang membuat kita semua lupa, bahwa umat Islam Indonesia sebenarnya punya segalanya. Punya kekuatan, punya peluang, potensi, dan kendali yang luar biasa terhadap negeri ini.

Indonesia ini lahir karena umat Islam. Suka atau tidak suka. Indonesia ini masih damai dan tentram hari ini karena penduduknya mayoritas Islam. Ada Islam yang menyatukan hati rakyatnya. Indonesia ini bisa bersatu sampai hari ini karena mayoritas penduduknya Islam.

Jika saja secara serempak umat Islam ini berhenti berbelanja, maka langsung lumpuhlah ekonomi nasional. Kwik Kian Gie juga pernah memberi ide, 5.000 trilyun tabungan seluruh rakyat Indonesia di semua Bank yang ada di Indonesia, seandainya ditarik saja 10 persen (rush money), bisa membuat kolaps bank-bank Indonesia.

Mogok saja seluruh Umat Islam tidak bayar pajak, tidak bayar PLN dan tagihan air, bisa lumpuh BUMN negara. Kompak bersatu umat Islam dalam setiap pemilu dan Pilkada, umat Islamlah penentu politik hari ini. Buktinya dana haji pun akhirnya penyelamat bagi keuangan negara, walau entah kemana distribusinya saat ini.

Namun sayang, umat Islam Indonesia sangat mudah dipancing, diprovokasi, diadu-domba, dipecah belah, bahkan dibuat untuk saling cakar dan menjatuhkan antar sesama.

Padahal segala kekuatan, ada pada umat Islam. Namun pikiran dan fokus agenda kita dijauhkan dari itu semua. Bayangan akan sebuah kebangkitan pun mereka kubur melalui tayangan-tayangan, informasi, sejarah-sejarang telah mereka manipulasi. Kalau adapun kelompok yang bergerak dan berjuang, itupun hanya dari kelompok yang sedikit dan marginal.

Ormas besar Islam banyak telah mereka susupi dan pecah belah. Hingga yang terjadi saling gontok-gontokkan satu sama lain. Tokoh ulama yang berpengaruh sudah mereka jinakkan, yang melawan dikriminalisasi dan diisolasi. Aktifis, ilmuwan yang kritis mereka sumpal mulutnya dengan uang dan diam. Kalau ada yang keras, dibunuh karakternya atau di intimidasi.

Lembaga, simbol, dan aktifitas ibadah Islam di stigmakan secara negatif dan menakutkan. Melalui propaganda media, fitnah, dan operasi-operasi inteligent khusus agar tercipta kondisi umat Islam sendiri takut dan gerah dengan ajaran agamanya sendiri. Ada rasa was-was tak jelas. Alias berhalusinasi paranoid.

Kondisi inilah yang dinikmati mereka berpuluh puluh tahun di Indonesia. Mental umat yang kuat dan perkasa ini, dibuatnya seolah inferior. Seolah kecil tak berdaya. Padahal ketika kejadian 212 bergema, mereka semua terkencing-kencing ketakutan. Itu umat Islam baru turun berapa persennya. Coba bayangkan kalau turun seperti itu serentak seluruh Indonesia?? Tak akan berkutik semuanya. Artinya, yang berhasil mereka jajah itu adalah mental dan pikiran unmat Islam Indonesia.

Kelemahan umat Islam selanjutnya adalah mudah dipancing dan disibukkan dengan hal-hal yang sepele. Para tokoh dan pejabatnya punya penyakit ‘wahn’. Yaitu cinta dunia dan takut mati. Sehingga mudah disusupi dan tak sedikit yang mau berkhianat hanya karena godaan harta dan jabatan, atau tersangkut ancaman ketakutan aib personal.

Sampai kapan ini akan terjadi? Semua tergantung umat Islam. Mau bangkit berdiri? Atau menikmati kondisi hari ini yang semakin parah. Menari di atas rentak gendang orang lain.

Saatnya umat Islam Indonesia menyatukan persepsinya, menyamakan pikirannya, dan baru bergerak satu komando tanpa ada pengaruh dari segala bentuk intervensi dan kepentingan pribadi.

Bentuknya nyatanya adalah; sesuai dengan pesan Imam Syafii. Islam akan bangkit dan berjaya kalau sudah tercipta 4 hal yaitu: Orang kaya beramal dengan hartanya. Orang berilmu (ulama) berjuang dengan fatwa dan pengetahuannya. Orang pemberani dengan jihadnya. Serta kaum dhu’afa dengan doanya.

Kalau empat hal ini bisa terlaksana, insyaAllah Islam akan bangkit dan bisa kembali menjadi pemimpin dunia. Wallahu a’lam.

Batam, 06 Mei 2020

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here