Kisah Nabi Sulaiman Melihat Semut yang Berdoa Minta Hujan

2211

Di riwayat lain, semut itu berdoa (riwayat Abu al-Shiddiq al-Naji):

اللهم إنا خلق من خلقك لا غني بنا عن رزقك فلا تهلكنا بذنوب بني آدم

Ya Allah, sesungguhnya kami salah satu dari makhluk-Mu yang sangat memerlukan rezeki-Mu. Maka, jangan Kau binasakan kami sebab dosa-dosa anak cucu Adam (manusia).” (Imam Ibnu ‘Asakir, Tarîkh Madînah Dimasyq, 1995, juz 22, h. 287)

Dalam doanya, semut tersebut memilih diksi yang menarik, yaitu, “jangan hukum kami dengan dosa-dosa hamba-Mu” dan, “jangan binasakan kami sebab dosa-dosa anak cucu Adam.” Ini artinya, bisa jadi semut atau binatang lain adalah penolong kita dari kesusahan. Karena kita sebagai manusia membawa beban dosa, yang mungkin saja dosa tersebut menjadi penghalang terkabulnya doa kita.

Atas dasar ini, kita harus memperlakukan makhluk hidup non-manusia dengan baik. Andaipun mereka tidak memiliki empati terhadap manusia, paling tidak dengan kebutuhan mereka sebagai makhluk hidup, mereka akan memohon kepada Allah, dan kita manusia turut mendapatkan berkahnya.

Di sisi lain, diksi doa tersebut seharusnya membangunkan kita dari kelalaian. Kita harus malu bahwa di taraf tertentu, semut atau binatang lain menganggap kesengsaraan mereka disebabkan oleh manusia.

Karena sebagai makhluk terbaik, manusia lebih sering berdosa daripada beramal; lebih sering menuntut daripada memohon ampun; lebih sering meminta daripada memberi, dan seterusnya. Melihat manusia yang sedemikian kacau, semut-semut itu enggan menanggung beban hukuman yang mereka tidak terlibat di dalamnya, sehingga mereka memilih diksi doa yang membawa-bawa dosa manusia.

Karena itu, sebagai manusia, kita harus buktikan pada semut-semut itu bahwa kita adalah khalifah Allah di muka bumi, pemegang amanat Tuhan untuk melestarikan bumi dan menjaganya dari kerusakan.

Buktikan bahwa kita bisa menghindari banyak dosa, dari mulai dosa individu, dosa sosial, sampai dosa ekologis. Karena merusak alam adalah dosa, dan membiarkan kerusakannya adalah dosa, meski bukan kita yang melakukannya. Allah berfirman (QS. Al-A’raf: 56)

وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ

Dan janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Pertanyaannya, sudahkah kita berusaha? Wallahu a’lam bish shawwab..

(Sumber: NU Online)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here