Keutamaan Puasa Senin-Kamis di Saat Pandemi

744

Puasa meningkatkan iman

Dalam konteks Ramadhan, orang-orang yang beriman sajalah yang diperintahkan untuk melaksanakan puasa (QS. Al-Baqarah: 183). Kenapa hanya orang beriman? Karena hanya kelompok inilah yang meyakini perintah Allah, terlebih perintah puasa yang dianggap berat oleh orang-orang yang tak beriman.

Saya tertarik dengan pernyataan KH. Mustain Syafii, salah seorang ulama asal Jombang menjelaskan alasan perintah untuk menjalan ibadah puasa Ramadhan hanya untuk orang beriman saja.

Menurut Kiai Mustain, dipilihnya kata beriman dalam ayat Al-Quran yang memerintahkan manusia untuk berpuasa dikarenakan orang beriman yakin dengan apa yang dilakukannya dan kebanyakan orang beriman itu berhasil.

“Orang beriman itu seperti petani yang menanam kacang dengan cara meletakkan bijinya di dalam tanah. Petani hanya berusaha dan yakin apa yang dia lakukan, selanjutnya Allah yang menumbuhkan,” jelasnya.

Demikian juga dengan puasa sunnah. Orang-orang yang berharap rahmat Allah dan derajat takwa akan melaksanakan puasa sunnah. Apalagi puasa sunnah merupakan cara setiap orang beriman untuk ittiba’ atau mengikuti perilaku Rasulullah ﷺ.

Terkait puasa Senin dan Kamis, puasa ini memiliki dimensi historis bagi Nabi ﷺ. Bersumber dari Qatadah Al-Anshari, Rasulullah ﷺ pernah ditanya mengenai puasa pada hari Senin. Lalu Nabi ﷺ menjawab, “Hari tersebut adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus atau diturunkannya wahyu untukku,” (HR. Muslim).

Berdasarkan hadits lainnya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,

تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَأَنَا صَائِمٌ

“Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan sedangkan aku sedang berpuasa,” (HR. At-Tirmidzi).

Hebatnya lagi, puasa juga menjadi syafaat di akhirat kelak. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,

الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ الصِّيَامُ أَىْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِى فِيهِ. وَيَقُولُ الْقُرْآنُ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِى فِيهِ. قَالَ فَيُشَفَّعَانِ

“Puasa dan Al-Quran itu akan memberikan syafa’at kepada seorang hamba pada Hari Kiamat kelak. Puasa akan berkata, ’Wahai Rabbku, aku telah menahannya dari makan dan nafsu syahwat karenanya perkenankan aku untuk memberikan syafa’at kepadanya’. Dan Al-Quran pula berkata, ’Aku telah melarangnya dari tidur pada malam hari, karenanya perkenankan aku untuk memberi syafa’at kepadanya.’ Beliau bersabda, ’Maka syafa’at keduanya diperkenankan’,” (HR. Ahmad).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here