Ketika Tiga Ulama Besar Ditolak Lamarannya oleh Rabi’ah al-Adawiyah

1173

Jakarta, Muslim Obsession – Kecantikan, kealiman, dan kerendahan hati dari sosok ulama sufi perempuan Rabi’ah al-Adawiyah memang menjadi daya tarik sendiri. Karena sangat sedikit perempuan di dunia ini yang mengambil jalan sunyi menjadi wali yang fokus hanya mencintai Allah SWT.

Maka wajar semua kelebihan dan kemulian yang dianugrahkan kepada Rabi’ah membuat banyak orang menaruh hormat dan kegum kepadanya. Tak hanya masyarakat awam, kekaguman tersebut ternyata juga dimiliki para ulama besar yang sezaman.

Bahkan banyak ulama-ulama besar yang tertarik untuk melamarnya. Dalam kitab Durratun Nashihin diuangkapkan, para ulama ternama yang terpikat hatinya itu antara lain Hasan al-Bashri, Malik bin Dinar, dan Tsabit al-Banani.

Dosen tasawuf dan filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Fahruddin Faiz dalam sebuah kajiannya juga mengatakan, bahwa ada tiga ulama besar yang ingin melamar Rabi’ah. Namun sebelum lamaran itu diterima,
Rabi’ah mengajukan empat pertanyaan.

“Baiklah, tapi aku ingin tahu, siapakah di antara kalian yang paling alim, maka aku akan bersedia menjadi istrinya,” kata
Rabi’ah saat didatangi tiga ulama di atas di rumahnya.

“Dialah Hasan al-Bashri,” sahut Malik bin Dinar dan Tsabit al-Banani. Suasana “persaingan” merebut hati Rabi’ah ternyata tak menghalangi mereka untuk tetap tawadhu’ satu sama lain.

Rabi’ah pun mulai mengajukan persyaratan kepada Hasan al-Bashri. “Jika Tuan mampu menjawab empat masalah yang aku ajukan maka aku bersedia menjadi istri Tuan.”

“Silakan, wahai Rabi’ah. Semoga Allah memberi taufiq kepada aku dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan itu,” balas Hasan al-Bashri.

“Menurut Tuan, kalau aku meninggal dunia, apakah kematianku dengan membawa ketetapan iman atau tidak?”

“Maaf, hal ini termasuk hal yang ghaib, dan tiada yang tahu pasti kecuali Allah,” jawab Hasan al-Bashri.

Rabi’ah melanjutkan, “Ketika aku bersemayam dalam kubur, lalu malaikat Munkar dan Nakir bertanya, menurut Tuan, mampukah aku menjawabnya?”

“Maaf, itu juga termasuk masalah ghaib. Yang tahu hanyalah Allah,” kata Hasan Bashri.

Pertanyaan kemudian dilanjutkan

“Menurut Tuan, ketika manusia dihimpun di hari Kiamat kelak, aku termasuk orang yang menerima kitab amal dengan tangan kanan ataukah kiri?”

Hasan al-Bashri masih mengutarakan jawaban yang sama. Ia tak dapat menjawab masalah yang ia nilai ghaib itu.

“Menurut Tuan, ketika manusia dipanggil, aku termasuk golongan orang yang masuk surge atau neraka?”

Lagi-lagi Hasan al-Bashri meminta maaf dan mengembalikan kepastian atas jawaban tersebut kepada Allah. Ia tahu, Rabi’ah adalah tokoh dengan ketaatan dan prestasi ruhani yang luar biasa. Tapi untuk urusan nasib kehidupannya kelak, Hasan tak mau memberi penilaian. Hasan menghindar dari apa yang menjadi hak prerogatif Allah.

“Bagi orang yang sedang kalut memikirkan empat masalah ini, mana ada kesempatan untuk berumah tangga?” kata Rabi’ah.

Para ulama itu pun meneteskan air mata dan keluar dari rumah Rabi’ah al-’Adawiyah dengan penuh penyesalan. Mereka tidak ada yang mampu menjawab pertanyaan Rabi’ah. Rabi’ah pun sampai akhir hidupnya tidak menikah. Dia hanya mencintai Allah sebagai kekasihnya. (Albar)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here