Ketentuan dan Keutamaan Amil Zakat dalam Islam

803

Oleh: KH Abdul Muiz Ali (Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI dan Direktur Lazisma)

Pada generasi awal dalam sejarah Islam pembentukan panitia amil zakat ditunjuk langsung oleh Rasulullah shalallahu alaihi wassalam.

Dr Yusuf Al-Qaradawi menjelaskan, bahwa Rasulullah telah mengutus lebih 25 amil zakat ke seluruh pelosok membawa perintah pengumpulan dana zakat.

Para sahabat Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam yang dikenal pintar, amanah, transparan, dan profesional dalam hal pengelolaan dana zakat antara lain sahabat terkemuka yaitu Ali bin Thalib, Abdullah bin Mas’ud, dan Mu’adz bin Jabal. Penunjukan petugas atau amil zakat terus berlangsung sampai generasi sahabat hingga sekarang.

Dalam ketentuan fikih bahwa yang dimaksud dengan amil zakat adalah panitia atau badan yang dibentuk oleh pemerintah. Dalam konteks di Indonesia, lebih tepatnya adalah lembaga atau badan yang sudah mendapatkan izin operasional dari pemerintah, dalam hal ini Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).

Untuk menjadi amil zakat dimana tugas pokoknya adalah menghimpun dan mendistribusikanya harus memenuhi kriteria sebagai berikut yaitu orang yang merdeka (bukan budak), laki-laki, mukallaf, adil dalam seluruh kesaksian, beragama Islam, memiliki pendengaran yang baik, memiliki penglihatan yang baik, memahami dengan baik fiqih zakat, dan bukan keturunan Bani Hasyim.

Sedangkan tugas amil zakat adalah menginventarisasi (mendata) orang-orang yang wajib mengeluarkan zakat, menginventarisasi orang-orang yang berhak menerima zakat, mengambil dan mengumpulkan zakat, mencatat harta zakat yang masuk dan yang dikeluarkan, dan menentukan ukuran (sedikit dan banyaknya) zakat, menakar, menimbang, menghitung porsi mustahiqqus zakat, menjaga keamanan harta zakat, dan membagi-bagikan harta zakat pada orang-orang yang berhak menerimanya (mustahiqqin).

Untuk di Indonesia, Undang-undang dan peraturan zakat yang ada, terdapat tiga pengelola zakat di Indonesia yakni pertama, Badan Amil Zakat Nasional atau (Baznas) baik di tingkat nasional, provinsi maupun Kabupaten, kedua, Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang sudah diberi izin oleh Baznas, dan ketiga pengelola zakat perseorangan atau kumpulan perseorangan dalam masyarakat di komunitas atau wilayah yang belum terjangkau oleh Baznas dan LAZ dan diakui oleh Baznas Kabupaten atau LAZ Kabupaten.

Penjelasan tersebut dapat dirujuk pada UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan PP No 14 Tahun 2014 pasal 1 tentang Pelaksanaan UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, dan diperkuat dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 8 Tahun 2011 tentang Amil Zakat.

Tugas mulia

Aktif menjadi pengurus atau petugas menghimpun dan menyalurkan zakat, infak, dan sedekah seperti yang dilakukan oleh pengurus Lazisnu, Lazismu, Dompet Dhuafa, Laz Sidogiri, Lazisma, dan lainnya adalah tugas mulia.

Menghimpun dana sosial yang dilakukan pengurus amil zakat, infak dan sedekah tidak boleh diartikan sebagai orang yang meminta minta seperti pengemis jalanan atau pungutan liar.

Mereka adalah penyeru agama, penyambung kebenaran, fasilitator antara yang pemberi dan penerima dan penyeru perintah wajibnya zakat yang ditetapkan oleh Allah SWT kepada umat Islam.

خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

“Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka.

Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS At Taubah ayat 103)

Tugas mulia pengurus lembaga amil zakat, infak, dan sedekah dapat terlihat ketika mereka sedang mengingatkan dan mengajak orang lain untuk menunaikan zakat atau infak dan sedekah.

Posisi mereka sama persis dengan seorang penceramah atau khotib di mimbar-mimbar Jum’at yang sedang menyeru pada kebaikan; mengajak kepada yang makruf (terpuji) dan mencegah perbuatan yang mungkar (terlarang).

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS Ali Imran ayat 110)

Petugas amil zakat, infak, dan sedekah adalah tidak saja mulia di hadapan manusia tapi juga mulia di hadapan Allah SWT.

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ, فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

“Barangsiapa menunjukkan suatu kebaikan, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya.” (HR Muslim)

Tugas menghimpun dan mendistribusikan dana zakat, infak, dan sedekah tentu tidak boleh disamakan dengan orang yang meminta-minta dipinggir jalan untuk kepentingan diri sendiri. Dalam ajaran Islam meminta minta itu tidak baik bahkan dilarang.

BAGIKAN

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here