Kemenag Didesak Bikin Aturan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan Agama

616

Negara Bertanggungjawab

Sementara itu Kemdikbudristek sudah melahirkan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan, aturan yang berlaku bagi sekolah di bawah Kemdikbudristek.

Menurut Satriwan, melalui PMA negara bertanggungjawab mencegah dan menanggulangi kekerasan seksual di satuan pendidikan agama. Madrasah, pesantren, seminari dan guru pengasuh dibekali pemahaman serta keterampilan bagaimana cara mencegah dan menanggulangi jika kekerasan terjadi.

Apalagi ada kepercayaan keagamaan tertentu di satuan pendidikan berbasis agama, yang dapat disalahgunakan oleh oknum guru menjadi pintu masuk tindakan kekerasan seksual yang korbannya peserta didik.

“Kita tengah mengalami darurat kekerasan seksual di satuan pendidikan, lahirnya PMA menjadi bukti negara tidak melakukan pembiaran,” cetus pengajar Pendidikan Kewarganegaraan ini.

Dia meminta peserta didik dan orang tua jangan takut melaporkan indikasi kekerasan seksual di tempatnya belajar. Peserta didik dapat melaporkan kalau ada ritual-ritual tertentu yang mengarah pada kekerasan seksual dari guru atau teman.

Pihak kepolisian hendaknya juga bersikap responsif jika ada laporan indikasi kekerasan seksual dari masyarakat. Jangan menunggu viral di media sosial, baru kemudian diperhatikan.

“Kami mendesak Kemenag, Kementerian PPPA, dan KPAI membuka hot line pengaduan masyarakat perihal tindak kekerasan di satuan pendidikan berbasis agama, sehingga lebih cepat ditindaklanjuti,” pinta Satriwan.

P2G berharap Kemenag dan Kemdikbudristek memberikan pemahaman yang baik tentang konsep dan regulasi mengenai: Hak-hak Anak; UU Perlindungan Anak; Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan; dan Pendidikan Hukum dan HAM bagi para guru atau pengasuh satuan pendidikan.

“Para guru dan tenaga kependidikan hendaknya punya pemahaman, sikap sesuai aturan serta prinsip-prinsip penghargaan terhadap hak asasi anak. Sehingga ekosistem satuan pendidikan berbasis agama benar-benar melindungi dan aman bagi tumbuh kembang anak, bukan sebaliknya,” tutur alumni UI ini.

Momentum peringatan Hari Hak Asasi Manusia 10 Desember, hendaknya dijadikan refleksi bersama bagi para guru, satuan pendidikan, orang tua, masyarakat, dan pemerintah untuk terus melindungi dan menghormati hak asasi manusia, khususnya hak-hak anak.

“Apalagi visi-misi Presiden Jokowi adalah menyiapkan SDM Unggul. SDM Unggul rasanya sulit tercapai jika generasi mudanya menjadi korban kekerasan, yang justru berasal dari lingkungan pendidikan tempat mereka menuntut ilmu,” tegasnya. (Fath)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here