Jihad Kemanusiaan Tuhuleley

1600

Dalam sebuah acara Seminar dan Lokakarya MPM dan Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Perguruan Tinggi Muhammadiyah se-Indonesia di Kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Said Tuhuleley mengungkap data 60 persen penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian, peternakan, dan perikanan, tetapi ironisnya sebagian besar di antara mereka tetap miskin. Di sektor pertanian, ia menyoroti terjadinya “pemiskinan” masyarakat tani. Oleh karena itu, menurutnya MPM perlu memberi perhatian lebih serius terhadap advokasi kebijakan publik agar lebih sensitif dan akomodatif bagi kehidupan rakyat kecil yang miskin dan terpinggirkan.

Menurutnya, kebijakan pengembangan pemberdayaan masyarakat ke depan haruslah menyasar dua aspek secara simultan, yaitu masifikasi program pemberdayaan dan memberi perhatian serius terhadap advokasi kebijakan publik. Adapun untuk mengeluarkan masyarakat dari kemiskinan dan ketidakberdayaan perlu difokuskan pada sasaran mewujudkan kedaulatan pangan. Yang tidak kurang pentingnya adalah memberdayakan sektor Informal dalam kerangka upaya penguatan ekonomi masyarakat.

Said Tuhuleley mengingatkan, impor bahan makanan yang tidak terkendali dan semakin sulitnya pertanian di Indonesia, serta turunnya produktivitas pertanian akibat kebijakan yang tidak pro-petani haruslah menjadi agenda Muhammadiyah untuk “melawan” kebijakan tersebut. Ia mengingatkan masih besarnya porsi sektor pertanian sebagai tumpuan hidup rakyat Indonesia. “Semua masalah pertanian bermuara pada kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap kaum tani. Kita bosan melihat kebijakan impor yang sangat menyengsarakan petani Indonesia, sehingga yang perlu dirubah terlebih dulu adalah kebijakan.” imbuhnya.

Kemiskinan di Indonesia menurutnya disebabkan beberapa faktor, yaitu:

Pertama, faktor eksternal, yakni tekanan globalisasi dan neoliberalisme yang hanya mementingkan pertumbuhan ekonomi, namun mengabaikan keadilan dan kemanusiaan.

Kedua, faktor internal, yakni para komprador kebijakan publik yang tidak pro-rakyat serta kultur minimalis dan keterbatasan pengetahuan para pekerja sosial terhadap masalah publik.

Ketiga, kondisi masyarakat yang didominasi ketidakmampuan dan lemahnya daya saing, posisi tawar, artikulasi serta jaringan. Dia mencontohkan, nasib petani saat menjelang musim tanam dan saat panen yang ditentukan oleh pedagang dan tengkulak.

Dalam makalah “Muhammadiyah dan Politik: Catatan Kecil tentang Perjalanan Politik Warga Muhammadiyah” yang dipresentasikan dalam sebuah acara di Universitas Muhammadiyah Magelang tahun 2008, Said Tuhuleley menyampaikan pesan dan harapannya, “Janganlah semua ‘merantau’ menjadi politisi. Ada juga yang tinggal untuk mengurusi Muhammadiyah dan masyarakat secara langsung.” ujarnya.

Pada 19 Desember 2014 Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) untuk pertama kali menganugerahkan gelar Doktor Kehormatan. Drs. H. Said Tuhuleley, M.M., hari itu dianugerahi Doktor Kehormatan (Honoris Causa) dalam bidang pemberdayaan masyarakat. Bertindak sebagai promotor adalah Prof. Drs. H.A. Malik Fadjar, M.Sc dan co-promotor Prof. Dr. Ishomuddin, M.S.

Said Tuhuleley, sang pembela masyarakat marjinal yang berjiwa sosial dan  dermawan mengembuskan napas terakhir Selasa 9 Juni 2015 pukul 23.33 WIB di RS Dr Sardjito, Yogyakarta. Ia berpulang ke rahmatullah  pada usia 62 tahun. Almarhum sempat dirawat sebelumnya di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Kesehatannya menurun sekembali dari kunjungan ke beberapa daerah di wilayah timur Indonesia dalam rangka tugas pemberdayaan umat.

Sekitar satu bulan sebelum ajal memanggilnya Said Tuhuleley menghubungi sahabatnya, Lukman Hakiem (mantan aktivis HMI Yogyakarta dan mantan anggota DPR-RI). Ia memberitahu rencana program yang sedang dipersiapkannya bekerja sama dengan Masjid Syuhada Yogyakarta, yaitu penyelenggaraan Mohammad Natsir School of Islamic Movement (MNIM).

Sewaktu meninggalnya Said Tuhuleley, Prof. Dr. M. Din Syamsuddin, Ketua Umum PP Muhammadiyah dan Ketua Umum MUI saat itu, yang sedang dalam perjalanan ke luar negeri menyampaikan belasungkawa melalui pesan elektronik sebagai berikut, “Kepergian almarhum Dr. Said Tuhuleley adalah kehilangan bagi Persyarikatan Muhammadiyah dan bangsa Indonesia. Almarhum seorang mujahid dakwah yang telah mengabdikan sebagian besar hidupnya untuk dakwah bagi pemberdayaan dan pemajuan masyarakat. Almarhum seorang kader handal Muhammadiyah yang mampu bekerja maksimal di manapun ditempatkan dan diberi amanat. Warga Muhammadiyah sedang menikmati hasil jerih payahnya dalam pemberdayaan masyarakat lewat MPM yang dipimpinnya. Saya berharap akan muncul Said Tuhuleley-Said Tuhuleley baru yang akan meneruskan jihad pencerahan almarhum.” tulis Din Syamsuddin.

Kepergian Said Tuhuleley untuk selamanya bukan hanya kehilangan bagi Muhammadiyah saja, namun kehilangan bagi umat Islam Indonesia pada umumnya. Betapa tidak, Said Tuhuleley seorang aktivis yang tidak mengejar popularitas dan kemegahan duniawi. Ia “mewakafkan” hidupnya untuk kepentingan umat, antara lain lewat pemberdayaan masyarakat dhuafa di tempat yang jauh dari keramaian.

Rabu siang 10 Juni 2015, jenazah almarhum Said Tuhuleley dikuburkan di pemakaman Karangkajen Yogyakarta, setelah sebelumnya disemayamkan di Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jalan Teuku Cik Ditiro, Yogyakarta.

Perjuangan dan jihad kemanusiaan Said Tuhuleley yang penuh keteladanan akan selalu dikenang. Salah satu pernyataannya yang menggambarkan kesadaran jiwanya sendiri ialah, “Selama rakyat menderita, tidak ada kata istirahat.” []

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here