Isu Terminologi Menurut Imam Shamsi Ali

672

Oleh: Imam Shamsi Ali (Presiden Nusantara Foundation dan Pendiri pondok pesantren di Amerika)

Seringkali sebuah terminologi membawa kepada pemahaman (understanding) yang kemudian melahirkan karakter (attitude). Sebuah kata itu punya makna yang kerap kali memiliki pengaruh besar dalam pertumbuhan karakter manusia.

Di masa lalu Islam misalnya seringkali disampaikan dengan terminologi-terminologi yang punya nuansa negatif. Studi Islam di dunia Barat ketika itu biasa dinamai Mohammadanisme  atau ajaran Muhammad. Jika itu berarti bahwa Islam itu memang diajarkan oleh nabi Muhammad tidaklah salah. Tapi nuansa yang terbangun adalah bahwa Islam itu adalah “kreasi” Muhammad seorang Arab.

Orang Arab dalam pandangan Barat kemudian membawa konotasi yang cukup negatif. Bahwa orang Arab itu keras, kaku, tidak bersahabat, tidak menghormati wanita, tidak menghargai minoritas dan HAM, terbelakang dan malas, tidak ada kebebasan, dan seterusnya.

Maka jika Islam diartikan buatan Muhammad sang Arab maka Islam itu adalah agama seperti yang digambarkan di atas. Hati-hati wahai Barat. Jika Islam menjadi agama Barat maka semua perilaku dianggap anti modernitas itu akan mendominasi Barat.

Selain Mohammadanisme studi Islam juga biasanya dilabeli dengan Middle Eastern studies (studi Timur Tengah). Tafsirannya mirip dengan yang pertama tadi.

Selain kedua itu ada lagi yang lain. Salah satunya adalah orientalisme atau ajaran ketimuran. Konotasi yang timbul dengan terminologi ini adalah bahwa Islam adalah ajaran dari Timur. Sebuah ketidak jujuran intelektual yang nyata.

Sejatinya semua agama-agama dunia itu asal usulnya dari Timur. Tapi ketidak jujuran intelektual Barat seolah mengatakan bahwa Islam khususnya adalah agama Timur. Sementara agama Kristen dan Yahudi adalah agama Barat. Padahal baik Yahudi maupun Kristen keduanya berasal dari Jerusalem. 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here