Inilah Rumah Sakit Termasyhur dalam Sejarah Dinasti Islam

2680

Jakarta, Muslim Obsession – Cikal bakal rumah sakit dalam dunia Islam sebenarnya telah ada di zaman Rasulullah Muhammad Saw. Saat terjadinya Perang Khandaq, Rasulullah memberi instruksi untuk didirikannya tenda perawatan bagi sahabat yang ikut berperang dan menderita luka.

Begitu juga saat ekspansi Islam menyentuh Persia di masa kekhalifahan Umar bin Al Khattab (634-644 M/13-23 H), pasukan Muslim berhasil menguasai kota Jundisapur yang memiliki sebuah bimaristan (rumah sakit). Kota yang kini masuk wilayah negara Iran ini, saat itu terkenal sebagai kota para ilmuwan, termasuk para dokter.

Baru setelah Dinasti Umayyah muncul, umat Islam mulai memiliki bimaristan sendiri yang dibangun di Damaskus pada masa pemerintahan Khalifah Al Walid bin Abdul Malik (705-715 M / 86-96 H). Namun ada pendapat yang menganggap bahwa bangunan tersebut tidak benar-benar merupakan rumah sakit, melainkan sekadar tempat karantina penyandang penyakit khususnya lepra.

“Pendapat terakhir ini menyatakan bahwa bimaristan pertama dalam Islam dibangun oleh Dinasti Abbasiyah di Baghdad pada masa pemerintahan Khalifah Harun Ar Rasyid pada tahun 786-809 M atau 170-193 H,” ujar Muhyidin Basroni Dosen Antropologi UNU Yogyakarta dalam artikel lepasnya.

Terlepas dari perbedaan pendapat di atas, ia menyebut bimaristan kemudian makin bermunculan pada dinasti-dinasti Islam berikutnya. Bimaristan dapat ditemukan berbagai wilayah kekuasaan dinasti Islam seperti Syam, Iraq, Hijaz, Mesir, Maghrib, Andalusia danTurki.

Dalam buku Tarikh al Bimaristanat fi al Islam (Sejarah Bimaristan-bimaristan dalam Islam), ia menjelaskan tentang pembagian ruang-ruang bimaristan untuk layanan berbeda seperti penyakit dalam, mata, tulang maupun cedera dan luka luar.

Bagian penyakit dalam masih dibagi lagi untuk penyakit demam, jiwa dan seterusnya. Selain para dokter, para ahli farmasi juga bertugas di bagian farmasi yang disebut syarabkhana.

Selain sebagai pusat perawatan dan perobatan, bimaristan juga berfungsi sebagai tempat pendidikan para dokter maupun ahli farmasi. Bersama para dokter yang mengajar, siswa mengikuti pembelajaran dan ujian.

Pengesahan akhir keahlian dilaksanakan melalui pengambilan sumpah Hippokrates (dalam Bahasa Arab disebut Abuqrat) setelah siswa lulus uji standarisasi dari lembaga hisbah yang petugasnya disebut muhtasib.

Selain bimaristan yang bersifat permanen, terdapat juga bimaristan bergerak yang biasa beroperasi dalam kondisi peperangan. Bimaristan bergerak ini membawa serta beragam keperluan hingga membutuhkan pengangkut tidak kurang dari 40 ekor unta.

Bimaristan tidak dibatasi hanya untuk pasien Muslim saja, sebagaimana tidak dibatasi untuk golongan sosial maupun ras tertentu. Ahli kedokteran non Muslim juga tercatat pernah menjadi pejabat bimaristan sebagaimana terjadi pada Dinasti Abbasiyah.

Rumah Sakit VVIP

Salah satu bimaristan yang termasyhur dalam sejarah Islam adalah Bimaristan An Nuri di kota Damaskus. Bimaristan ini didirikan oleh Nuruddin Zanki, penguasa Dinasti Zankiyah yang bertahta antara tahun 1146 M / 541 H hingga 1174 M / 569 H.

Di kota Kairo, Mesir, juga terdapat sebuah bimaristan yang masyhur yaitu Bimaristan Al Mansuri. Bimaristan ini dibangun oleh Sultan Al Mansur Qalawun, penguasa Dinasti Mamluk yang memerintah antara tahun 1279 M / 678 H sampai 1290 M / 689 H.

Hal yang membuat Bimaristan Al Mansuri menjadi terkenal adalah kapasitasnya yang mampu memuat 8000 pasien. Masih di satu kompleks yang sama dengan bimaristan ini, sang sultan juga membangun madrasah berbasis fikih empat mazhab dan membangun tempat pemakaman untuk dirinya sendiri.

Sebagaimana ditemui pada bimaristan yang lain, fasilitas lengkap juga disediakan oleh Bimaristan Al Mansuri. Pasien yang dirawat mendapat layanan gratis, yang diperbolehkan pulang mendapat uang saku dan yang meninggal ditanggung proses pemulasaraannya.

Salah satu ulama serba bisa, Jalaluddin As Suyuthi, yang lahir di tahun 1445 M/849 H punya sebuah karya tentang sejarah Mesir dan Kairo yang berjudul Husn al Muhadharah fi Tarikh Misr wa al Qahirah. Dalam karya ini, As Suyuthi menyinggung Bimaristan Al Mansuri dalam ulasan pendek namun memuat fakta menarik.

As Suyuthi menulis bahwa saat bimaristan sekaligus madrasah ini telah selesai dibangun, seorang penyair sufi agung berkesempatan hadir memasuki komplek bangunan ini. Ia adalah Muhammad bin Sa’id Al Bushiri, pengarang Qasidah Al Burdah, yang hidup di Mesir sezaman dengan Sultan Al Mansur Qalawun.

Karena terkesan dengan komplek bangunan yang ia masuki, Al Bushiri pun mempersembahkan syair qasidah puji-pujian kepada sang sultan, yang bait pertamanya berbunyi:

أنشأت مدرسة و مارستانا لتصحّح الأديان والأبدانا

“Engkau dirikan madrasah dan maristan untuk pulihkan agama dan segenap badan.” (Albar)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here