Ini Tanggapan Ketum Muhammadiyah Terkait Pernyataan SAS

1616

“Bahayanya jika hal itu dibiarkan akan menjadi preseden buruk bagi demokrasi, bahkan dapat memicu konflik atau perebutan antargolongan di Indonesia,” imbuhnya.

Haedar menambahkan Indonesia jangan didominasi oleh satu golongan apalagi bermazhab golongan tertentu. Apalagi jika pandangan golongan itu menegasikan komponen bangsa lainnya, dengan menganggap diri paling benar, hal itu merupakan bentuk dari fatanisme dan menjurus ke radikalisme.

“Mau dikemanakan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika?” katanya.

Selain itu, Haedar juga mengimbau agar semua tokoh umat dan bangsa penting mengedepankan ukhuwah secara autentik untuk merajut kebersamaan nan tulus dan tidak mengedepankan egoisme golongan.

“Di tahun politik ini bahkan jauhi ujaran-ujaran yang berpotensi menumbuhkan retak di tubuh umat dan bangsa, jika ingin Indonesia rukun dan utuh sebagaimana sering disuarakan dengan penuh gelora,” tuturnya.

Terkhusus pada pemimpin agama di Indonesia, Haedar meminta untuk tetap menampilkan suri tauladan atau uswah hasanah dan tidak menebar resah agar umat makin santun dan bijaksana.

Kendati demikian, Haedar berharap pidato Ketum PBNU tidak perlu ditanggapi berlebihan.

“Hendaknya pernyataan Kyai Aqil Siradj jangan jadi polemik di lingkungan umat Islam dan masyarakat, lebih-lebih di tahun politik. Semua pihak diharapkan bijak dan tidak memperpanjang masalah ini. Kita lebih baik mengedepankan ukhuwah dan mengerjakan agenda-agenda yang positif bagi kemajuan umat dan bangsa,” pungkasnya. (Bal)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here