In Memoriam Prof. KH. Ali Yafie, Abuya Puang yang Alim, Faqih, dan Tawadhu

365

Oleh: Ustadz Buchory Muslim (Kader Hidayatullah, Dai Parmusi, Muballigh Bakomubin, Politisi Partai Ummat dan Aktivis & Advokat Muslim)

MELIHAT langsung dan bersalaman dengan beliau pertama kali ketika beliau berkunjung ke Pusat Pesantren Hidayatullah di Gunung Tembak Balikpapan Kalimantan Timur, setelah bersama Pendiri Hidayatullah KH Abdullah Said selesai menghadiri acara MUI di Samarinda, Ibukota Provinsi Kalimantan Timur.

Kesan pertama ketika berjumpa dengan Ulama Fiqh Indonesia ternama dan Pendiri Darud Da’wah Wal Irysad Pare-Pare Sulawesi Selatan saat muda ini sangat memikat hati, walau sempat ‘heboh’ saat beliau diminta memimpin Shalat Ashar yang tak biasa bagi jama’ah Hidayatullah dengan Shalatnya ‘lama sekali’. Saya bahkan masih ingat betul inti ceramah perdana beliau yang saya dengar langsung ketika masih menjadi Santri Aliyah di Markaz Hidayatullah itu.

“At Tartîbu huwa ruknun min arkânil ‘Ibâdah”, tertib itu adalah rukun dari rukunnya ‘ibadah. Dimana beliau kemudian mengurai tentang dasar Islam bicara tentang KB – Keluarga berencana. Yang waktu di Kalimantan Timur beliau hadir dari MUI Pusat bicara tentang program KB yang fenomenal ketika itu.

Kesan pertama itu kemudian berlanjut, ketika saya dan Sahabat Ustadz Naspi Arsyad (Anggota Dewan Murobbi Hidayatullah Pusat) dikirim melanjutkan kuliah di Jakarta (sambil menunggu panggilan ke Madinah), sayapun mencari alamat kediaman beliau dan berkenalan lebih dekat dengan beliau, sekitar tahun 1994.

Beberapa kali mengundang beliau untuk hadir di Fosikom – Forum silaturrahim dan Komunikasi, pengajin Ahad pagi yang kami keloala bersama Ustadz Dr Nashirul Haq Marling (Ketua Umum DPP Hidayatullah), Ustadz Suriadi Rasyid رحمه الله, Ustadz Naspi Arsyad dll, tapi karena kesibukan beliau belum sempat hadir.

Namun, beberapa kali saya menjemput dan mengantar sendiri ke Komplek Berdikari Rawamangun, kediaman beliau ketika beliau berkenan hadir mengisi manasik di KBIH binaan kami dan pengajian khusus di rumah jama’ah.

Beliau Rahimahullâh baru dapat hadir ke Markaz Hidayatullah di Cipinang Cempedak Jakarta, ketika diminta Ayahanda Ustadz Hasan Ibrahim رحمه الله salah satu Pendiri Hidayatullah untuk mengundang beliau berkenan memberikan nasihat pernikahan adinda Rahman Hasan dan saya sendiri langsung datang meminta, kemudian menjemput dan mengantar beliau ke rumah Bintaro, rumah kediaman Abangda H Badrut Tamam, putra bungsunya.

Di Saat menjemput dan mengantar beliaulah saya banyak mendapatkan banyak ilmu, cerita dan spirit langsung dari beliau, selain kami belajar langsung Ilmu Athlas Al-Quran dari beliau setiap hari Sabtu baik di Majelis Al Washiyyah pimpinan Abang angkat kami Dr KH Mohammad Hidayat (Ketua Dewan Pengawas Syariah Bank Syariah Indonesia) dan di tempat lainnya.

Perkenalan dan kedekatan kami dengan Abuya Puang Prof semakin erat karena kedekatan khusus abangda Kiyai Hidayat putra Betawi cucu KH Ahmad Syaiku di Kebon Nanas yang ketika itu bersama Abuya Puang Prof sebagai DPS Bank Syariah Mandiri dan saat kami ikut menjadi Panitia pernikahan Abangda H Badrut Tamam.

Selain menyerap ilmu langsung dari beliau sayapun mendapat hadiah langsung dari beliau berupa karyanya, seperti: Menggagas Fiqh Sosial, Teologi Sosial, Merintis Fiqh lingkungan hidup, Etika dan Moral Kepemimpinan, Rapatkan barisan untuk kebangkitan Indonesia Raya dll.

Kesan lain yang sangat saya ingat dan insyaAllâh tak kan terlupakan adalah ketika kelahiran putra bungsu kami. Saya meminta langsung pada beliau untuk menggunakan nama beliau sebagai ‘tabarrukan’ alias ngambil berkah istilah yang biasa digunakan di kalangan Nahdliyyin, beliaupun menyempernukan nama ananda dengan nama lengkap: Azmy Yafie Al Buchory.

Lebih mengejutkan lagi, ketika hadir memberikan nasihat dan do’a sewaktu aqiqah ananda Azmy, beliau mengajak serta putra ketiga beliau Abangda Azmy Yafie Rahimahullâh yang telah wafat terlebih dahulu beberapa waktu lalu, beliau menyebut saya sebagai Putra ke enam, setelah Puang Helmi, Puang Saifuddin, Puang Azmi, Abangda Kiyai Hidayat dan Abangda H Badrut Tamam, mâsyaAllâh sangat mengharukan dan merupakan spirit tersendiri. Allâhu Akbar.

Ketika mendampingi UAS – Ustadz Abdul Shomad bersama Sekjend JATTI – Jalinan Alumni Timur Tengah, Sahabat Ustadz Irawan Taqwa dkk bersilaturrahim, suasana begitu cair dan penuh canda. Saat saya sampaikan : Puang, ini namanya Ustadz Abdul Shomad adalah Dai berjuta Ummat yang terkenal sekarang, beliaulah salah satu Dai dan Ulama Muda yang sangat viral sekarang.

Abuya Puang Prof-pun mengatakan: Kalau dulu Kiyai Zainuddin MZ ‘hanya’ Da’i Sejuta Ummat, karena terbatas medianya, tetapi sekarang banyak ‘wasâilnya’. Beliau kemudian bertanya pada saya, kalau ananda aktif apa sekarang? Ananda aktif di Partai Ummat, Puang bersama Ayahanda Amien Rais.

Beliau langsung mengatakan di mana Prof Amien? Itu sahabat baik saya, sampaikan salam kepada beliau. Alhamdulillâh saya sudah menyampaikan langsung salam beliau, qaddarullâh rencana Ayahanda MAR untuk bersilaturrrahim belum kesampaian sampai Puang meninggalkan kita semua.

Ketika perbincangan semakin akrab UAS-pun meminta nasihat, Puang kasih saya nasihat, jawab Puang: perbanyaklah tertawa. Ini yang kurang sekarang kata Puang. Ada nasihat Nabi yang jarang diceramahkan juga rajin-rajinlah membaca karena membaca adalah perintah pertama dari Al-Qur’ân dan ketika kita dibangkitkan kembalipun disuruh membaca: “Iqra’ kitâbak, kafâ binafsikal yauma hasîbâ”. Nasihat yang indah ini selalu diamalkan oleh Abuya Puang Prof yang murah senyum dan sangat lembut tutur katanya ini.

Sahabat kami, Dr Irham alumni Mesir yang bersama kami bersilaturrahim ketika itu, bercerita: sewaktu pulang dari Umroh, beliau 10 kitab baru buat Abuya Puang Prof dan beliau terlebih dahulu mengirimkan Kitab berbahasa Arab itu sebelum beliau berkunjung sepekan setelahnya.

Ketika beliau berkunjung, Abuya Puang Prof bercerita dan menjelaskan beberapa persoalan yang belum pernah Sahabat Dr Irham mendengar dan membaca sebelumnya dan ternyata betapa kagetnya Dr Irham …..mâsyaAlláh….penjelasan Abuya Puang Prof itu, ada dalam kitab yang dihadiahkan beliau dan baru dibaca Dr Irham sebulan setelahnya.

Kekuatan membaca kitab, sampai diumur yang hampir satu Abad itu adalah sebuah kebiasaan luar biasa yang dimiliki Abuya Puang Prof. Bahkan saya-pun diberi ilmu-ilmu baru dari hasil bacaan kitab-kitab lieratur beliau yang ‘qadîmah’ maupun ‘mu’âshirah’ – kitab klasik maupun modern.

Satu waktu, ketika menjemput beliau dalam rangka menyampaikan nasihat pernikahan yang mengagumkan semua yang hadir yang rata-rata Asâtidzah dan Du’ât Hidayatullah serta kalau tidak salah ingat, senior kami Dr Ir H Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar – Mantan anggota DPD RI dan anggota Dewan Pertimbangan Hidayatullah mengatakan nasihat pernikahan yang disampaikan beliau adalah nasihat yang paling dahsyat yang Ustadz Aziz pernah dengar khususnya membahas tanda-tanda kebesaran Alláh dalam pernikahan itu.

Saya menyetel vcd ceramah KH Abdullah Said pendiiri Hidayatullah dengan ‘lahjah’ khas Bugis di mobil, Abuya Puang Prof sontak bertanya: di mana beliau ini, ini Sahabat saya Muhsin Qahhar – Mujahid dari Tanah Bugis, saya-pun menjawab: tabe Puang, beliau sudah lama wafat…tahun 1998 atau sebelum reformasi yang dipimpin ayahanda MAR sahabat Puang itu. Innâlillâh…beliau terdiam sejenak.

Di kesempatan lain, di tahun 1995 ketika saya meminta beliau memberikan manasik di rumah H Usman Pegawai WIKA yang berasal dari Tentena, saya bertanya beliau tentang mundur yang istilah beliau kepada saya: “bukan hanya mundur dari Rais ‘Aam PBNU, tetapi menyatakan keluar dari NU” adalah ketika Ketua Umum PBNU pada saat itu tak mempersoalkan apalagi mengembalikan ‘sumbangan dari judi SDSB’ sebesar 50 juta yang telah diterima salah satu petinggi PBNU kala itu.

Sikap tegas tapi tetap ramah dan santun membuat beliau bukan hanya dihormati oleh Para Murid atau Santri dan Mahasiswanya, tetapi disegani dan di-ta’zhimi oleh semua kalangan dari Rakyat sampai Pejabat. Dari Umara’ sampai Ulama dan satu lagi hal istimewa beliau adalah beliau putra Syaikh Muhammad Al Yafie dan suami dari Syarifah Aisyah seorang dzurriyah Rasûlullâh صلى الله عليه وسلم yang telah wafat di era covid yang lalu.

Rasanya banyak kenangan, ibrah, spirit dan ilmu yang telah kami petik dari beliau Abuya Puang Prof tak cukup dibagi dalam tulisan singkat ini. Bisa jadi malah dapat menjadi buku tersendiri, insyaAllâh. Maafkan Ananda tak dapat menshalatkan langsung dan mengantar Abuya Puang Prof ke Pemakaman karena sedang Safari Da’wah di Sumatera…

رحمك الله رحمة واسعة واسكنك فسيح جناته

Selamat Jalan pulang, Abuya Puang

Bhaktimu telah usai dengan gemilang

Semoga tenang dan senang

Di sisi Allâh Sang Maha Penyayang…

 

Penerbangan Batam – Padang, 06 Sya’ban 1444 H/27 Februari 2023 M

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here