Imagining Indonesia

767

Pemimpin Negara

Saya merenung sejenak, mencoba mencari-cari jawaban kenapa negaraku belum dikenal, apalagi diakui peranannya oleh dunia global? Saya mencoba mencari kemungkinan jawaban (possible answer) itu sambil menikmati Nescafé (bukan kopi. Rupanya di Saudi kata qahwah yg biasa di artikan kopi tidak mencakup Nescafé…hehe).

Apakah di saat Amerika dan Eropa, termasuk Rusia bahkan Amerika, begitu hormat kepada negara ini karena Indonesia lebih kaya? Apakah ketika itu lebih maju teknologi dan sainsnya? Apakah ketika itu telah memproduksi berbagai hal yang diperlukan oleh dunia? Atau apakah ketika itu secara ekonomi lebih maju dan secara militer lebih canggih?

Ah rasanya tidak juga. Negara ketika itu baru secara resmi merdeka di tahun 1945. Kurang dari sepuluh tahun (April 1955) Indonesia membuktikan kepemimpinannya dengan diadakannya Konferensi Asia Afrika di Bandung. Konferensi inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya asosiasi dunia terbesar kedua setelah PBB itu sendiri. Itulah GNB (Gerakan Non Blok) atau aliansi negara-negara dunia ketiga yang tidak memihak kepada salah satu dari dua super power yang sedang berperang dingin ketika itu.

Poin yang ingin saya sampaikan adalah pengakuan dunia itu tidak selalu ditentukan oleh luasnya negara atau kekayaan alamnya. Tidak juga karena jumlah penduduk atau bentuk pemerintahannya.

Saya yakin bahwa Indonesia ketika itu menjadi sangat dikenal, bahkan dihormati oleh dunia internasional, faktor dominannya karena kharisma dan kebesaran pemimpinnya.

Dengan segala kekurangannya, siapa yang tidak mengenal kehebatan, kelihaian dan kharisma Soekarno dalam merepresentasi Indonesia di dunia internasional? Visi dan ketegasan dalam mengambil sikap menjadikan bahkan pemimpin negara-negara maju sekalipun respek kepadanya.

Saya teringat di saat saya mahasiswa di Pakistan, negara yang mungkin oleh rakyat Indonesia tidak populer. Tapi justru di negara itu nama Soekarno begitu dihormati. Bahkan ada sebuah jalan di Karachi, ibu kota Pakistan saat itu, dinamai Soekarno Street (Jalan Soekarno).

Di masa di mana dunia kita saat ini penuh dengan konflik dan ketida adilan, rasanya dunia memimpikan Indonesia untuk kembali memainkan peranan signifikannya di dunia internasional. Di saat negara-negara so called“maju” dan “kuat” termasuk Amerika dan Rusia tidak bisa menyelesaikan konflik dunia, bahkan menjadi bagian dari masalah, masanya Indonesia mengulangi kebesaran dan kehebatan masa lalunya.

Masanya Indonesia untuk kembali membangun “izzah” (self dignity) dengan menampilkan peranan besar dalam upaya membangun perdamaian dunia itu. Saya yakin, upaya-upaya membangun perdamaian dunia itu tidak saja untuk untuk tujuan dihormati. Tapi yang terpenting adalah bahwa hal itu adalah amanah konstitusi negara.

Menjerit hati putra putri bangsa melihat sesama bangsanya dikenal di luar negeri, di Saudi Arabia di mana saya sekarang berada sebagai bangsa pekerja kasar. Sekaligus sungguh menyakitkan ketika negara ini dikenal luas oleh dunia luar sebagai tukang utang. Apapun alasannya dan untuk tujuan pembangunan apapun, ketika kehormatan tergadaikan akhirnya sangat menyakitkan dan menghinakan.

Oleh karenanya sebagai salah seorang putra bangsa, dari Mekah ini yang doa dekat diijabah, I was imagining (saya berimajinasi) Indonesia di hari-hari ini dan tahun-tahun mendatang kembali kuat, berkharisma, bahkan memiliki peranan yang menentukan dalam dunia global.

Mungkin secara materi tidak sehebat negara maju Amerika maupun Eropa. Mungkin secara militer tidak sehebat dua negara kuat, Amerika dan Rusia. Tapi sejarah membuktikan bahwa kepemimpinan global bisa dilakukan bukan dengan semua itu. Melainkan sosok pemimpin yang visioner, berkharisma, punya ketegasan pendirian, percaya diri, berani, dan memiliki kapabilitas mumpuni.

Memasuki masa-masa pemilihan saat ini harusnya bangsa ini semakin sadar dan pintar untuk menentukan pemimpin harapan itu. Apakah memang dari 250 jutaan-an kita penduduk negeri ini tidak ada putra/putri bangsa yang kira-kira akan membanggakan bangsa di gelanggang global?

Saya yakin ada, bahkan banyak. Tapi masanya bangsa Ini memiliki dirinya sendiri. Tidak dibentuk oleh opini dan pencitaraan yang dibangun oleh mereka yang punya kepentingan. Independensi bangsa dalam memilih akan melahirkan pemimpin yang juga memiliki kepribadian independen. Bukan pemimpin yang terkendalikan oleh kepentingan-kepeningan, baik dalam maupun luar negeri. Semoga!

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here