Hukum Minum Air Kencing Unta Sebagai Obat

1101

Kalau ternyata tidak bisa dikompromikan, maka digunakan cara yang kedua, yaitu metode Nasakh, dengan menerapkan Nasikh dan Mansukh.

Ditelusuri mana hadits yang duluan datang, itu dinasakh atau dibatalkan dengan hadits yang datang kemudian.

Dalam hal ini tentu harus dipahami kronologi hadits-hadits tersebut. Untuk mengetahui hal ini memang tidak mudah. Karena pada umumnya, para perawi hadits tidak menyebutkan waktu, kapan Nabi Saw. bersabda dalam Hadits Qauliyah (dengan lisan), dan/atau kapan pula beliau saw berbuat dalam Hadits Fi’liyah (dengan perbuatan).

Kalau tidak bisa, maka digunakan cara yang ketiga, yakni metode Tarjih, dengan meneliti mana hadits yang lebih kuat di antara kedua hadits yang bertentangan itu. Dalam hal ini, maka sebagai contoh, Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, itu lebih didahulukan dari pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam hadits yang lain, dan seterusnya.

Dalam hal hadits tentang berobat dengan urine unta itu, tentu harus pula disertai dengan uji klinis medis, sebagai salah satu bentuk dan cara untuk mengkonfirmasinya. Kalau dalam uji klinis medis itu memang terbukti air seni unta itu bisa berfungsi sebagai obat, maka memahami hadits yang membolehkan menggunakan urine unta sebagai obat, itu sebagai Hadits Khaash, yang bersifat khusus.

Sedangkan hadits yang melarang berobat dengan (air kencing) yang najis dan diharamkan, itu sebagai Hadits ‘Aam, atau bersifat umum. Dalam Kaidah Fiqhiyyah, hal itu disebut sebagai Takhshishul-‘Aam. Artinya, hadits yang bersifat umum di-takhshish oleh hadits yang bersifat khusus.

Maksudnya, pada dasarnya berobat dengan benda najis itu haram, sebagai ketentuan yang bersifat umum. Namun ada pengecualian, secara khusus, yaitu kecuali dengan air seni atau urine unta, dalam kondisi darurat.

Wallahu A’lam bish Shawab..

(Vina)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here