Hukum Mengenakan Cadar

1384

Pertanyaan:

Ustadz, saya melihat semakin banyak wanita Muslimah mengenakan cadar. Sebenarnya bagaimana hukum menggunakan cadar?

 

Jawaban:

Menurut madzhab Hanafi, di zaman sekarang perempuan yang masih muda (al-mar`ah asy-syabbah) dilarang membuka wajahnya di antara laki-laki. Bukan karena wajah itu termasuk aurat, tetapi lebih untuk menghindari fitnah.

فَذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ (الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ) إِلَى أَنَّ الْوَجْهَ لَيْسَ بِعَوْرَةٍ، وَإِذَا لَمْ يَكُنْ عَوْرَةً فَإِنَّهُ يَجُوزُ لَهَا أَنْ تَسْتُرَهُ فَتَنْتَقِبَ، وَلَهَا أَنْ تَكْشِفَهُ فَلاَ تَنْتَقِبَ .قَال الْحَنَفِيَّةُ: تُمْنَعُ الْمَرْأَةُ الشَّابَّةُ مِنْ كَشْفِ وَجْهِهَا بَيْنَ الرِّجَال فِي زَمَانِنَا، لاَ لِأَنَّهُ عَوْرَةٌ، بَل لِخَوْفِ الْفِتْنَةِ

Artinya, “Mayoritas fuqaha (baik dari madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) berpendapat bahwa wajah bukan termasuk aurat. Jika demikian, wanita boleh menutupinya dengan cadar dan boleh membukanya. Menurut madzhab Hanafi, di zaman kita sekarang wanita muda (al-mar`ah asy-syabbah) dilarang memperlihatkan wajah di antara laki-laki. Bukan karena wajah itu sendiri adalah aurat tetapi lebih karena untuk mengindari fitnah.”

(Lihat Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Wizaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah, juz XLI, halaman 134).

Berbeda dengan madzhab Hanafi, madzhab Maliki menyatakan bahwa makruh hukumnya wanita menutupi wajah, baik ketika dalam shalat maupun di luar shalat karena termasuk perbuatan berlebih-lebihan (al-ghuluw).

Namun mereka berpendapat lebih mengedepankan jika wanita muda bila tidak ditutupi akan menjadi korban fitnah apalagi di situasi zaman yang penuh dengan kebejatan moral.

وَقَال الْمَالِكِيَّةُ: يُكْرَهُ انْتِقَابُ الْمَرْأَةِ – أَيْ : تَغْطِيَةُ وَجْهِهَا ،وَهُوَ مَا يَصِل لِلْعُيُونِ – سَوَاءٌ كَانَتْ فِي صَلاَةٍ أَوْ فِي غَيْرِهَا، كَانَ الاِنْتِقَابُ فِيهَا لِأجْلِهَا أَوْ لاَ، لِأَنَّهُ مِنَ الْغُلُوِّ.وَيُكْرَهُ النِّقَابُ لِلرِّجَال مِنْ بَابِ أَوْلَى إِلاَّ إِذَا كَانَ ذَلِكَ مِنْ عَادَةِ قَوْمِهِ، فَلاَ يُكْرَهُ إِذَا كَانَ فِي غَيْرِ صَلاَةٍ، وَأَمَّا فِي الصَّلاَةِ فَيُكْرَهُ. وَقَالُوا: يَجِبُ عَلَى الشَّابَّةِ مَخْشِيَّةِ الْفِتْنَةِ سَتْرٌ حَتَّى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ إِذَا كَانَتْ جَمِيلَةً، أَوْ يَكْثُرُ الْفَسَادُ.

Artinya, “Madzhab Maliki berpendapat bahwa dimakruhkan wanita memakai cadar—artinya menutupi wajahnya sampai mata—baik dalam shalat maupun di luar shalat atau karena melakukan shalat atau tidak karena hal itu termasuk berlebihan (ghuluw). Dan lebih utama cadar dimakruhkan bagi laki-laki kecuali ketika hal itu merupakan kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya, maka tidak dimakruhkan ketika di luar shalat. Adapun dalam shalat maka dimakruhkan. Mereka menyatakan bahwa wajib menutupi kedua telapak tangan dan wajah bagi perempuan muda yang dikhawatirkan bisa menimbulkan fitnah, apabila ia adalah wanita yang cantik, atau maraknya kebejatan moral.”

(Lihat Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Wizaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah, juz, XLI, halaman 134).

Sedangkan dikalangan ulama bermadzhab Imam Syafi’i terdapat perbedaan pendapat. Pertama, ada yang berpendapat bahwa memakai cadar bagi wanita adalah wajib. Pendapat kedua menyatakan sunnah, dan pendapat ketiga yaitu khilaful awla atau menyalahi yang utama karena utamanya tidak bercadar.

وَاخْتَلَفَ الشَّافِعِيَّةُ فِي تَنَقُّبِ الْمَرْأَةِ ، فَرَأْيٌ يُوجِبُ النِّقَابَ عَلَيْهَا، وَقِيل: هُوَ سُنَّةٌ، وَقِيل: هُوَ خِلاَفُ الأَوْلَى

Artinya, “Madzhab Syafi’i berbeda pendapat mengenai hukum memakai cadar bagi perempuan. Satu pendapat menyatakan bahwa hukum mengenakan cadar bagi perempuan adalah wajib. Pendapat lain menyatakan hukumnya adalah sunah. Dan ada juga yang menyatakan khilaful awla.”

(Lihat Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Wizaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah, juz, XLI, halaman 134).

Jadi, karena terdapat khilaf ulama satu dengan yang lain, maka kita lebih baik mengedepankan situasi dan kondisi masyarakat sekitarnya serta bersikap bijaksana dalam hal penggunaan cadar ini. Wallahu A’lam.

 


Pertanyaan seputar kajian fikih dapat dikirimkan ke redaksi. Setiap pertanyaan insya Allah akan dijawab oleh Ustadz Drs. H. Syamsuri Halim, MAg (Dosen Fakultas Hukum Islam di Universitas Attahiriyah & STAI Azziyadah Jakarta).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here