Hikmah Isra’ dan Mi’raj

256

Oleh: Ahmad Tavip Budiman, S.Ag. M.Si (Ketua Komisi Dakwah dan Pemberdayaan Masyarakat – MUI Kota Bogor Masa Khidmat 2022-2027)

Kita tahu bahwa pada bulan Rajab ini terdapat peristiwa besar dan mengagumkan, yaitu Isra’ wal Mi’raj.

فَجَائَتْ ضِيَافَةُ الْاِسْرَاءِ وَالْمِعْرَاجِ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ تَكْرِيْمًا مِنَ اللهِ وَتَجْدِيْدًا لِعَزِيْمَتِهِ وَثَبَاتِهِ

Artinya, “Maka datanglah undangan Isra Mi`raj setelah itu, sebagai penghormatan Allah, sekaligus penyegaran tekad dan keteguhannya.”

Dengan demikian, hikmah dari terjadinya Isra’ dan Mi’raj ini adalah untuk menenangkan dan menguatkan tekad dakwah Rasulullah setelah ujian yang datang silih berganti kepadanya.

Allah SWT berfirman di dalam Qs. Al-Isra’ ayat 1:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat”.

Adapun inti dari peristiwa besar ini Rasulullah ﷺ mendapatkan perintah shalat 5 waktu secara langsung tanpa melalui malaikat jibril.

Selaku umat beliau berarti perintah shalat itu juga perintah bagi kita semua.

Ibadah shalat ini merupakan ibadah yang disenangi oleh Allah azaa wajalla sebagai wujud nyata kesempurnaan iman seseorang dapat tercermin dalam pelaksanaan shalat.

عن أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ، فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ: انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنْ الْفَرِيضَةِ؟ ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, ”Amalan hamba yang pertama kali dihisab hari kiamat adalah shalat, jika shalat itu bagus, dia beruntung dan berhasil, jika cacat dia menyesal dan merugi. Bila shalat wajibnya tidak sempurna, Allah SWT berkata, ”Lihatlah apakah hamba-Ku punya amalan sunnah sehingga bisa menutupi amalan wajibnya, dengan demikian tertutup segala amalnya.”

Suatu saat Rasulullah ﷺ ditanya oleh seorang laki-laki perihal tentang apakah yang paling di cintai Allah dalam agama Islam. Rasulullah menjawab:

عن عبد الله بن مسعود -رضي الله عنه- قال: (سَأَلْتُ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: أيُّ العَمَلِ أحَبُّ إلى اللَّهِ؟ قالَ: الصَّلاةُ علَى وقْتِها

 Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Quran Surat Thaha ayat 14:

إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) Selain Aku. Maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingatku,” (QS. Thaha: 14).

Umat Islam tidak boleh menyepelekan amalan shalat, terutama shalat lima waktu. Shalat adalah hubungan internal antara hamba dengan Allah SWT Shalat merupakan peraga yang bisa memperlihatkan ketundukan seorang hamba kepada yang menciptakannya. Kedudukan shalat lebih tinggi dari amalan lain karena terus dikerjakan setiap hari.

Ibadah shalat merupakan ibadah yang sudah pasti bisa dikerjakan setiap Muslimin. Berbeda dengan ibadah seperti haji dan zakat yang keduanya bisa dikerjakan bila seseorang Muslim itu sudah mampu. Namun, tidak ada alasan umat Islam meninggalkan shalat. Sebab, shalat merupakan cara umat Islam mengingat Allah SWT

Siapa saja yang mengingat Allah maka hatinya akan menjadi tenang. Selain itu, shalat juga bisa memperkuat keyakinan kepada Allah SWT Sehingga, shalat itu sangat menentukan kedekatan hambanya dengan Allah SWT

Shalat bukan hanya sekadar ibadah lahiriyah dengan gerakan anggota tubuh saja. Shalat adalah ibadah hati dan fikiran untuk mengingat Allah.

Menyadari kelemahan diri sebagai hamba yang tak berdaya setidaknya berusaha sebisa mungkin agar shalatnya khusuk.

Istilah Khusyu’ dalam shalat ada dua macam:

(1) Khusyu’ lahiriyah artinya melaksanakan shalat sesuai syarat dan rukun shalat yang sempurna, sesuai tata cara yang telah di ajarkan Rasulullah. Mulai dari bersuci, menutup aurat, hingga pelaksanaan rukun-rukun shalat.

( 2 ) Khusyu’ batiniyah, adalah mengkonsentrasikan hati dan pikiran untuk selalu mengingat Allah. Shalat yang demikian inilah yang bisa menghantarkan seorang mukmin kepada keberuntungan, sebagaimana Allah SWT berfirman:

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya,” (QS. Al-Mukminun: 1-2).

Shalat adalah gambaran akhlak seseorang, shalat adalah miniatur dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya, jika seseorang melaksanakan shalat dengan Khusyu’, niscaya perilaku kesehariannya akan tertata dengan disiplin dan teratur.

Marilah kita introspeksi diri, sudahkah kita laksanakn shalat dengan Khusyu’ dan benar?

Mari kita ubah hal-hal yang salah dan kita perbaiki untuk mencapai kesempurnaan shalat yang kita lakukan agar benar-benar menjadi media pedekatan kita kepada Allah. Bukan menjadi penyebab kita semakin jauh dari Allah.

Sebab, lalai dalam shalat merupakan penyebab seseorang mejadi celaka. Allah SWT berfirman dalam Al-Quranul Karim:

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,” (QS. Al-Ma’un: 4-5).

Saad bin Abi Waqash menyampaikan bahwa Nabi Muhammad ﷺ pernah bersabda bahwa orang yang lalai terhadap shalat adalah mereka yang mengakhirkan shalat dari waktunya.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa orang yang lalai terhadap shalat adalah orang munafik yang meninggalkan shalat secara diam-diam. Mereka shalat secara terbuka, tetapi kalau pun melaksanakan shalat, mereka berdiri dengan malas.

Yang terakhir marilah kita perbaiki shalat kita agar semakin dekat dengan Sang Khaliq serta terhindar dari perbuatan keji dan mungkar. Sebagaimana Rasulullah bersabda:

مَنْ صَلَّى صَلَاةً لَمْ تَنْهَهُ صَلَاتُهُ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ لَمْ يَزْدَدْ مِنَ اللَّهِ إِلَّا بُعْدًا

“Barang siapa yang shalatnya tidak bisa mencegah dari perbutan keji dan mungkar, maka ia tidak akan bertambah kecuali semakin jauh dari Allah,” (HR. Ath-Thobroni).

Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita, untuk selalu memperbaiki shalat dan ketakwaan kita. Hari ini kita lebih baik dari hari kemarin dan esok lebih baik dari sekarang.

مَنْ كَانَ يَوْمُهُ خَيْرًا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ رَابِحٌ وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ مِثْلَ أَمْسِهِ فَهُوَ مَغْبُوْنٌ وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ شَرًّا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُوْنٌ

“Barang siapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang beruntung, dan barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin dialah tergolong orang yang merugi dan barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin dialah tergolong orang yang celaka,” (HR. Al-Hakim).

Wallahu a’lam bish shawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here