Gunakan Etika Saat Berbeda Pendapat

995

Tentang Perbedaan Pendapat Umat

Di tengah maraknya perbedaan-perbedaan pendapat pada zaman sekarang ini, kita perlu senantiasa menerapkan etika berbeda pendapat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya yang mulia—semoga Allah subhanahu wa ta’ala meridhai mereka semua— telah memberikan teladan kepada kita bagaimana cara menyikapi perbedaan pendapat sehingga tidak berakibat negatif, tapi justru bisa memberi pengaruh positif yang bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara.

Kita tahu bahwa istilah perbedaan (ikhtilaf) itu identik dengan perbedaan pendapat atau pemikiran, sedangkan istilah perselisihan/salah paham (khilaf) itu terkait dengan antar orang per orang. Berkenaan dengan hal ini, cara menyikapi perbedaan pendapat dan pandangan yang dicontohkan Rasulullah Saw. adalah dengan terlebih dahulu mendengar seluruh pendapat yang berbeda-beda dari para sahabatnya yang mulia itu.

Banyak sekali peristiwa dan kasus yang membuktikan sikap Rasulullah ini. Prinsip mendengar dan bermusyawarah yang diterapkan Rasulullah tersebut tak lain merupakan perwujudan dari firman Allah Swt. Surat Ali Imran ayat 159: “… Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.”

Juga Surat As-Syura ayat 38, “…Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka.”

Dalam banyak kesempatan Rasulullah Saw. selalu berusaha mendengar pendapat dari para sahabatnya untuk kemudian menyaring sekaligus memilih pendapat terbaik dan bermanfaat.

Contah nyata dari sikap Rasulullah tersebut terlihat, misalnya, saat beliau mendengar dan kemudian menuruti anjuran salah seorang sahabat beliau, Al-Hubab bin Al-Mundzir bin al-Jumuh, agar rumah yang ditempati Rasulullah Saw. dalam perang Badar diubah posisinya dan dimajukan hingga mendekat ke beberapa sumber air yang telah dikuasai oleh kaum Muslimin.

Wilayah dimana terdapat banyak sumber air tersebut merupakan salah satu posisi paling strategis untuk pertahanan dan penyusunan kekuatan kaum Muslimin. Rasulullah Saw. dan para sahabatnya kemudian melakukan perubahan sesuai saran Al-Hubab tersebut. Dan benar, saran itu membuahkan manfaat yang besar bagi kaum Muslimin saat itu.

Teladan Rasulullah Saw. tersebut juga diikuti oleh para sahabat beliau saat terjadi perbedaan pendapat di antara mereka. Sebagaimana Rasulullah, para sahabat juga memegang teguh budi pekerti yang luhur/ Adab serta keteguhan hati.

Mereka selalu berusaha dan mengedepankan persatuan umat dari pada hal-hal lainnya. Contoh nyata dari hal ini adalah sahabat Abdullah bin Mas’ud radliyallahu ‘anhu.

Suatu saat sahabat yang mulia itu pernah menyaksikan sahabat Usman bin Affan radliyallahu ‘anhu shalat di Mina sebanyak empat rakaat. Saat itu dia berkata: “Inna lillahi wa inna ilayhi raji’un (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali). Sesungguhnya aku pernah shalat bersama Rasulullah Saw., juga bersama Abu Bakar dan Umar hanya dua rakaat.”

Meskipun demikian, saat tiba waktu shalat, Ibnu Mas’ud tetap shalat bersama Usman bin Affan sebanyak empat rakaat. Ketika ditanya kenapa dia melakukan hal itu, dia menjawab: “Berselisih itu tidak baik”.

Dia tidak ingin memecah kesatuan jamaah atau menjadi penyebab tercerai-berainya umat Muhammad Saw.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here