Gelar Haul, Keluarga Diponegoro Ingatkan Generasi Muda Jaga Indonesia

1012
Haul Pangeran Diponegoro
Suasana haul Pangeran Diponegoro ke-163 di Jakarta, Senin (8/1/2018).

Jakarta, Muslim Obsession – Ancaman disintegrasi bangsa datang dari berbagai arah. Salah satunya disebabkan generasi saat ini melupakan jasa para pahlawan dan semangat mereka merebut kemerdekaan dari bangsa penjajah.

Demikian diungkapkan salah satu keturunan Pangeran Diponegoro, Amar Ahmad, saat menghadiri haul Pangeran Diponegoro ke-163 di Jakarta, Senin (8/1/2018).

“Kita mendorong agar generasi muda saat ini tidak mudah melupakan semangat para pahlawan nasional yang telah berjasa besar dalam merebut kemerdekaan,” kata Amar dalam rilis yang diterima Muslim Obsession.

Amar Ahmad merupakan keturunan kelima dari silsilah Raden Abdul Gani yang merupakan putra pasangan Pangeran Diponegoro dan Raden Ayu Ratnaningsih. Istrinya itu menemani Diponegoro hingga akhir hayat dan dimakamkan di Makassar, Sulawesi Selatan, dalam masa pembuangan oleh Belanda.

“Secara pribadi Diponegoro memakai pakaian putih dan hijau. Ini memang warna kesukaan beliau. Namun, di baliknya ada pakaian dengan lurik Jawa,” jelasnya lebih lanjut.

Hal itu, menurutnya, Diponegoro memiliki semangat kedaerahan dan cinta tanah air.

“Pangeran Diponegoro adalah seorang yang lahir dari keraton, namun karena ketidakadilan dan pajak yang mencekik masyarakat miskin di daerahnya, maka dia membangkitkan semangat melawan para penjajah,” tegasnya.

Dalam haul itu, keluarga besar mengundang sejumlah pembicara di antaranya sejarawan Anhar Gonggong, pengurus Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia (IKPNI) Lily Wahid yang juga adik Gus Dur, dan intelektual muda NU, Ahmad Baso.

Anhar Gonggong mengungkapkan, Diponegoro merupakan sosok tegar dan memegang teguh prinsip. Sikap ini yang menjadi penghalang Belanda menguasai Jawa Tengah, khususnya di Tegal Rejo.

“Sebenarnya, tanpa harus melawan Belanda, Diponegoro sudah hidup enak bersama keluarga besarnya. Namun, dia memilih melawan akibat ketidakadilan dan kemiskinan yang kian menyengsarakan kaumnya,” kata Anhar.

Menurutnya, ketidakadilan itu karena Belanda memberlakukan pajak yang berat, serta seenaknya menyerobot tanah masyarakat. Ini yang kemudian membuat seorang Diponegoro melakukan perlawanan, hingga akhirnya dia dibuang ke Manado lalu dipindah ke Makassar hingga akhir hayatnya.

Lily Wahid pun senada dengan Anhar Gonggong. Menurutnya, saat ini justru yang terjadi adalah pajak yang memberatkan masyarakat diberlakukan oleh Pemerintah sendiri. Menurutnya, Indonesia harus kembali ke UUD 1945 yang asli.

“Kita harus mewaspadai konspirasi internasional yang ingin memecah belah NKRI menjadi 17 negara bagian, kita jangan terlena dan terbuai. Ini yang kemudian dilawan oleh para pahlawan nasional,” tegasnya.

Pendapat menarik disampaikan Ahmad Baso . Menurutnya, yang menyebabkan Diponegoro melawan Belanda bukan semata-mata karena pajak dan kemiskinan yang terjadi di masanya. Namun, Diponegoro memiliki visi tentang kedaulatan dan kemandirian bangsa sebagaimana termaktub dalam Babad Diponegoro.

“Ada tiga nilai yang melandasi perjuangan Diponegoro yakni kesejahteraan rakyat, kemaslahatan rakyat, dan berkembangnya Islam berpaham Ahlu Sunnah wal Jamaah,” ungkapnya.

Menurutnya, landasan ini yang kemudian mengilhami Soekarno untuk melahirkan Pancasila dan NKRI.

“Banyak sekali pemikiran-pemikiran Diponegoro yang ditulis di Babadnya yang kemudian menjadi inspirasi Sang Proklamator melahirkan Bangsa dan Negara Indonesia,” jelasnya. (Fath)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here