Empat Keadaan Manusia Hadapi Musibah

772

Muslim Obsession – Seperti dipahami bersama bahwa sejak kelahirannya, manusia telah membawa potensi masalah dalam dirinya. Artinya, masalah dalam hidup merupakan sunnatullah yang mesti dijalani setiap manusia sebagai ujian baginya.

Wakil Ketua Lembaga Dakwah Parmusi (LDP) Ustadz Abdul Ghoni mengatakan, Rasulullah ﷺ sendiri memilih untuk bersyukur saat ditimpa suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Hal itu diketahui dalam sebuah hadits:

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ اْلمُؤْمِنِيْنَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَاهُ اْلأَمْرُ يَسُرُّهُ قَالَ اْلحَمْدُ ِللهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتِ وَإِذَا أَتَاهُ اْلأَمْرُ يَكْرَهُهُ قَالَ اْلحَمْدُ ِللهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ

“Dari ‘Aisyah Ummul Mu’minin radhiyallahu ‘anha beliau berkata: Adalah Rasulullah ﷺ jika ditimpa keadaan yang menyenangkan, beliau berkata: Alhamdulillah alladzii bi ni’matihii tatimmus shoolihaat (Segala puji bagi Allah yang dengan kenikmatan dariNya kebaikan-kebaikan menjadi sempurna). Sedangkan jika beliau ditimpa sesuatu yang tidak disenanginya, beliau mengucapkan: Alhamdulillah ala kulli haal (Segala puji bagi Allah dalam segenap keadaan),”(HR Ibnu Majah).

Dari hadits tersebut, menurutnya, ada sejumlah pelajaran yang bisa dipetik. Di antaranya, para ulama menyebutkan bahwa ketika menghadapi sebuah musibah, seseorang berada dalam empat keadaan.

“Pertama, seseorang yang tertimpa musibah dia akan marah dengan menampakkan marahnya itu baik pada lisan, hati atau anggota badannya. Dalam hatinya dia merasa benci kepada Allah, karena merasa bahwa Allah telah menzhaliminya dengan ditimpakan suatu musibah. Na’udzubillah min dzalik,” kata Ustadz Abdul Ghoni dalam pesannya kepada Muslim Obsession, Ahad (10/1/2021).

Kedua, kelompok orang yang sabar dengan menahan diri terhadap musibah yang dihadapi. Menurutnya, seseorang yang berada dalam keadaan kedua ini sesungguhnya merasa benci dengan musibah yang menimpanya.

Hanya saja, meski tidak menyukainya namun dia menahan diri dengan tidak menggerutu dengan lisannya yang bisa membuat Allah murka padanya. Dia juga tidak marah sehingga memukul-mukul anggota badannya, bahkan dia juga tidak menggerutu dalam hatinya.

“Kondisi ketiga, mereka yang ridha terhadap musibah. Yaitu seseorang yang lapang hatinya dengan musibah yang menimpa. Orang seperti ini betul-betul ridha dan seakan-akan dia tidak mendapatkan musibah. Ketahuilah bahwa hukum sabar dengan musibah adalah wajib, dan ridha adalah mustahab (dianjurkan),” jelas Ustadz Abdul Ghoni.

Adapun keadaan yang keempat adalah bersyukur kepada Allah atas musibah yang menimpa. Keadaan seperi inilah yang dicontohkan oleh Nabi ﷺ, seperti di sebutkan pada hadits di atas.

Ustadz Abdul Ghoni menegaskan, keadaan terakhir inilah tingkatan tertinggi dalam mengahadapi musibah, dimana seseorang justru mensyukuri musibah yang menimpa dirinya.

“Lewat keadaan seperti inilah seorang hamba Allah malah bersyukur kepada-Nya karena dia bisa melihat bahwa musibah yang menimpanya ada hikmah di baliknya. Apa itu? Bahwa musibah dapat menghapuskan dosa-dosanya. Orang semacam ini akan senantiasa bersyukur kepada Allah karena dia telah mendapatkan tambahan kebaikan,” tutupnya. (Fath)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here