Ekspor Benih Lobster yang Ditentang NU dan Muhammadiyah

504

Jakarta, Muslim Obsession – Soal ekspor benih lobster kembali ramai diperbincangkan setelah Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo ditangkap KPK karena menerima suap milirian rupiah dari para perusahaan eksportir benih lobster. Bisnis lobster memang menjadi lahan yang menggiurkan karena nilai perdangannya capai teriliunan.

Pada saat Menteri KKP dijabat oleh Susi Pudjiastuti ekspor benih lobster ditiadakan karena dianggap merugikan nelayan dengan penjualan daya tangkap yang murah. Baru setelah tak lagi menjabat, dan digantikan Edhy, kebijakan ekspor benih lobster dihidupkan kembali.

Namun ternyata, kebijakan itu tidak didukung masyarakat dan nelayan. Termasuk dua ormas Islam terbesar di Indonesia Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah menyatakan menolak, dan meminta kebijakan ekspor benih lobster dihentikan. Sekali lagi Edhy tak bergeming. Ekspor benih lobster tetap dilanjutkan.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui Lembaga Bahtsul Masail (LBM PBNU) telah menggelar kajian hukum Islam atas kebijakan ekspor benih lobster pada 4 Agustus 2020 lalu. PBNU mengukur kebijakan KKP untuk ekspor benih lobster dari segi dampaknya.

Musyawarah daring LBM PBNU untuk rumusan final atas diskusi-diskusi daring sebelumnya soal kebijakan eskpor benih lobster menyimpulkan bahwa ekspor benih bening lobster bertentangan dengan syariat Islam.

Masalah ekspor benih bening lobster dari sisi fiqih masuk dalam ranah fiqih ma’alat, yaitu fiqih yang melihat dan membandingkan dampak dari perbuatan hukum, baik perbuatan tersebut selaras dengan syariat atau bertentangan dengannya.

LBM PBNU mengangkat ilustrasi pemanfaatan sumber daya alam yang berorientasi bukan hanya kesejahteraan generasi saat ini, tetapi untuk generasi mendatang dari keteladanan Khalifah Umar bin Al-Khattab ketika berhasil menaklukkan tanah As-Sawad dan Al-Ahwaz.

Kaum muslimin pada saat itu meminta Khalifah Umar untuk membagikan tanah-tanah itu kepada mereka. Tetapi, Khalifah Umar memutuskan kebijakan untuk tidak membagikan tanah tersebut kepada kaum muslimin yang turut serta dalam penaklukannya, tetapi justru membiarkannya tetap dikelola penduduk lokal.

Khalifah Umar kemudian menetapkan kewajiban pembayaran jizyah dan retribusi atas tanah tersebut oleh penduduk setempat sehingga pemasukan jizyah dan retribusi dapat digunakan untuk kepentingan kaum muslimin saat itu dan generasi setelahnya.

LBM PBNU dari sini kemudian menyatakan, analisa atas dampak perbuatan hukum merupakan tujuan syariat yang harus diperhatikan sebelum menetapkan status hukum atas perbuatan tersebut. (Baca juga: Edhy Prabowo Kena OTT KPK, Golkar: Karena Kurang Hati-hati)

“Kebijakan ekspor benih lobster, jika berlangsung dalam skala masif sehingga mempercepat kepunahan, bukan hanya benihnya tetapi juga lobsternya, bertentangan dengan ajaran Islam,” kata Kiai Asrori S Karni yang memimpin musyawarah keputusan final sidang komisi bahtsul masail diniyah al-qanuniyah LBM PBNU.

Laman resmi NU melaporkan sebelum merumuskan final keputusan sidang komisi bahtsul masail diniyah al-qanuniyah, LBM PBNU mengadakan diskusi daring secara intensif yang melibatkan berbagai kalangan mulai dari pemerintah, serikat nelayan, para peneliti, dan akademisi.

Para kiai yang turut serta dalam pembahasan itu adalah Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Ishomuddin, Katib Syuriyah PBNU KH Miftah Faqih, LBM PBNU KH Asnawi Ridwan, Bendahara Lbm PBNU KH Najib Bukhari, Sekretaris LBM PBNU KH Sarmidi Husna, Wakil Ketua LBM PBNU KH Mahbub Maafi, Sekretaris Lbm PWNU Kiai Muntaha.

Sekali lagi nasihat bijak dari kalangan Islam ini tidak menjadi masukan yang berharga. Maka hasilnya bisa kita lihat. Edhy Prabowo kehilangan jabatannya sebagai menteri. Ia pun meminta maaf telah membuat malu presiden dan Partainya Gerindara. (Albar)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here