Cinta Islam, Jokowi Pilih Pendamping Ulama

1089

Hurgronje menyebut Syeikh Nawawi sebagai orang yang paling alim dan rendah hati dari Nusantara. Karena kepintarannya, pemerintahan kekhalifahan Ottoman Turki memperbolehkan dia mengajar dan menjadi imam Masjidil Haram. Kemasyhuran Syeikh Nawawi yang wafat sekitar tahun 1897 itu sampai kini masih banyak jejaknya. Hampir semua kitabnya hingga kini masih dipelajari di pesantren. Berbeda dengan ulama Nusantara sebelumnya, Syeikh Nawawi menulis kitabnya dalam bahasa Arab. Tidak kurang dari lima puluh kitab yang dia tulis, 22 kitab masih beredar, dan 11 kitabnya termasuk 100 kitab yang paling banyak digunakan di pesantren.

Coba menapaktilasi sang buyut, pengasuh Pondok Pesantren An-Nawawi, Desa Tanara, Tirtayasa, Serang, Banten, ini pun dikenal sebagai ulama yang produktif menelurkan karya, satu di antaranya yang terkenal adalah “Fatwa dalam Sistem Hukum Islam”. Buku tersebut menjadi sumber rujukan sekaligus landasan teori dan alat untuk membaca lebih lengkap fatwa-fatwa yang dihasilkan MUI.

Pendidikan Kiai Ma’ruf diawali di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Ma`ruf mulai dari jenjang dasar, Madrasah Ibtidaiyah. Ia nyantri di Jombang pada KH. Abdul Kholiq Hasyim (1916-1965), putra keenam KH. Hasyim As`ari.

Sepulang Dari Tebu Ireng, Ma`ruf Amin pernah masuk SMA Muhamadiyyah di Jakarta. Ia ingin belajar pengetahuan umum. Tapi akhirnya tidak diselesaikan. Ia kemudian mondok lagi ke beberapa pesantren di Banten. Dalam waktu singkat-singkat. Antara lain, Pesantren Caringin, Labuan, Pesantren Petir, Serang, dan Pesantren Pelamunan, Serang. Kiai Ma’ruf kemudian kuliah di Fakultas Ushuludin, Universitas Ibnu Choldun, Jakarta.

Pengakuan atas keilmuan Kiai Ma’ruf semakin lengkap saat mantan anggota DPR/MPR RI dari Fraksi PKB ini mendapatkan gelar profesor dari Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Magribi, Malang, pada 2017. (Fath)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here