Catatan Warga dari Debat Capres-Cawapres RI Pertama: Hukum, HAM, Korupsi dan Terorisme.

1081

Ketiga, isu korupsi 

Isu ini menjadi isu parah dan memalukan bangsa dan negara kita. Bangsa besar, apalagi dengan label negara Muslim terbesar, harus membangun “sense shamefulness” atau rasa malu (al-hayaa) dengan situasi ini.

Masalah korupsi tentunya bukan karena Muslim atau bukan. Karena di berbagai negara berkembang Asia dan Africa negara-negara mayoritas non Muslim juga demikian. Tapi sebagai bagian dari tanggung jawab amar ma’ruf dan nahi mungkar, hal Ini perlu kita sadari bersama.

Menyelesaikan penyakit kronis ini tentu bukan dengan pendekatan simsalabim (magic). Tapi perlu analisa akar permasalahan. Saya melihat, selain karena isu kompensasi (gaji), ada dua aspek yang paling parah.

Satu, isu penegakan hukum yang belum sepenuh hati. Masih terlalu banyak kasus-kasus besar dan sangat merugikan negara belum ditangani secara sungguh-sungguh. Maka nampak pilih kasih dalam hal pemberantasan korupsi ini.

Dua, masih menyangkut mentalitas. Bangsa kita ini mengalami masalah mentalitas yang cukup kronis. Maaf, mentalitas materialis menjadikan hukum tidak menakutkan.

Contoh kecil yang sering saya sampaikan. Kamacetan di Jakarta masalahnya bukan hanya pada fasilitas. Tapi mentalitas pemilik kendaraan. Ada aturan genap ganjil, diakalin dan dikadalin dengan dua mobil. Ada aturan masuk toll yang mengemudi lebih dari dua orang. Diakalin dengan menyewa pengendara. Lalu kapan akan selesai?

Dalam hal-hal besar, termasuk korupsi masalah intinya ada di sini. Mental korup pintar mengakali dan mengkadali hukum.

Karenanya saya mengusulkan agar dibuat aturan yang lebih tegas dan keras. Bagi koruptor dengan angka korupsi pada jumlah 500 juta misalnya agar dijatuhi hukuman mati saja. Atau perlakukan saja hukum potong tangan. Sekaligus
menjadi uji coba hukum pidana Islam di Indonesia.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here