Bung Karno: “Dan Hendaknya Negara Indonesia Satu Negara yang ber-Tuhan!”

1744
Ki Bagus Hadikusumo bersama Presiden Soekarno bertemu Tenno Haiko di Tokyo, Jepang. (Foto: gomuslim)

Menghilangkan Dikotomi

Untuk menyegarkan kembali pemahaman mengenai proses penemuan, perdebatan, dan penempatan sila Ketuhanan Yang Maha Esa di dalam Pembukaan UUD 1945, penting dilakukan kajian ulang terhadap pemikiran tokoh-tokoh yang terlibat di dalam proses tersebut sebagai ikhtiar memasyarakatkan dan meneguhkan identitas NKRI sebagai negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dan untuk memberi makna yang lebih signifikan, maka terhadap tokoh-tokoh yang terlibat dalam proses pembentukan negara dan perumusan konstitusi, negara perlu memberi penghargaan yang layak.

Jika kepada yang lain, negara demikian murah hati memberi gelar pahlawan nasional, mengapakah negara tidak mau bersegera memberikan gelar pahlawan kepada para founding fathers yang tergabung dalam BPUPKI dan PPKI. Tentu dengan mempertimbangkan, misalnya, anggota BPUPKI dan PPKI yang telah berpindah kewarganegaraan.

Dengan ikhtiar ini, di masa depan diharapkan tidak akan muncul lagi dikotomi antara Golongan Kebangsaan dan Golongan Islam, atau Kaum Nasionalis Sekuler dan Kaum Nasionalis Islami, karena sejatinya seluruh bangsa Indonesia yang memahami agamanya dan Pancasila secara utuh niscaya tidak pernah memiliki dilema antara dirinya sebagai umat beragama dengan dirinya sebagai warga negara.

Bung Karno, Ki Bagus, dan para pendiri negara –yaitu para pejuang yang merintis berdirinya Republik Indonesia sejak awal abad XX sampai berdirinya Republik Indonesia, yang meneruskan perjuangannya secara aktif untuk mendirikan Negara Proklamasi Republik Indonesia, ikut merumuskan Pembukaan UUD 1945/Pancasila, ikut menyusun UUD 1945, dan secara terus menerus ikut menjaga tegaknya Republik Indonesia selama Perang Kemerdekaan dari tahun 1945 sampai akhir 1949– telah memberi teladan mengenai hal ini.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here