Bolehkah Memelihara Burung dalam Sangkar? Ini Dalilnya!

799

Oleh: KH Ma’ruf Khozin (Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim)

Berikut saya kutipkan hasil pembahasan Asatidz alumni berbagai pesantren di websitenya PISS KTB

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ خُلُقًا، وَكَانَ لِي أَخٌ يُقَالُ لَهُ أَبُو عُمَيْرٍ – قَالَ: أَحْسِبُهُ – فَطِيمًا، وَكَانَ إِذَا جَاءَ قَالَ: «يَا أَبَا عُمَيْرٍ، مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ» نُغَرٌ كَانَ يَلْعَبُ بِهِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik akhlaknya. Saya memiliki seorang adik lelaki, namanya Abu Umair. Usianya mendekati usia baru disapih. Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang, beliau memanggil, ‘Wahai Abu Umair, ada apa dengan Nughair?’ Nughair adalah burung yang digunakan mainan Abu Umair,” (HR. Bukhari )

Al-Hafidz Ibnu Hajar menyimpulkan Hukum Dari hadits di atas:

جواز إمساك الطير في القفص ونحوه
“(Hadits ini dalil) bolehnya memelihara burung dalam sangkar atau semacamnya.” (Fathul Bari, 10/584).

Penjelasan lain dari ulama Syafi’iyah dicantumkan dalam karya Syekh Abdul Hamid Asy-Syarwani:

وسئل القفال عن حبس الطيور في أقفاص لسماع أصواتها وغير ذلك فأجاب بالجواز إذا تعهدها مالكُها بما تحتاج إليه لأنها كالبهيمة تُربط

”Imam al-Qaffal ditanya tentang hukum memelihara burung dalam sangkar, untuk didengarkan suaranya atau semacamnya. Beliau menjawab, itu dibolehkan selama pemiliknya memperhatikan kebutuhan burung itu, karena hukumnya sama dengan binatang ternak yang diikat.” (Hasyiyah as-Syarwani, 9/210).

Wallahu A’lam bish Shawab..

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here