Jakarta, Muslim Obsession – Puing-puing tsunami masih berantakan. Segala sesuatu yang koyak tergeletak di hadapan Selat Sunda.
Memandang ke atas, langit masih kusam, gelap dan membisu. Memandang ke belakang, ada bekas luka dan duka dari wajah-wajah manusia yang kehilangan keluarga dan harta bendanya.
Mungkin, ungkapan kepedihan lewat kalimat tidak akan mampu menggambarkan kesedihan mendalam, yang dialami saudara-saudara di Banten dan Lampung yang terkena bencana tsunami, Sabtu (22/12/2018).
Namun, di sisi lain ada satu hal yang mengherankan. Bangunan yang porak poranda, bibir pantai yang luluh lantak, justru diburu para pencari selfie.

Bagi Solihat dan ketiga temannya itu, tujuan berswafoto adalah bukti bahwa mereka benar-benar datang ke lokasi bencana.
Pasalnya, mereka mengaku datang dari Cilegon sebagai perwakilan salah satu organisasi untuk memberikan sumbangan pakaian bagi para korban.
Mereka berfoto dengan latar belakang lahan yang penuh dengan detritus mengambang, yang awalnya adalah sebuah lapangan.
Ketika ditanya apakah pantas mengambil foto selfie di depan air yang mungkin saja di sana ada jenazah yang belum ditemukan?
Solihat mengatakan, “Itu tergantung pada niat Anda. Jika Anda mengambil selfie untuk pamer, maka jangan lakukan itu. Tetapi jika Anda melakukannya untuk berbagi kesedihan dengan orang lain, tidak apa-apa.”