Benarkah Makin Susah Beribadah Makin Banyak Pahalanya?

273
Warga RT 004/ RW 05 Cipulir Kebayoran Lama melakukan salat Idulfitri 1441 H secara berjamaah di Rumah masing-masing, Jakarta, Ahad (24/5/2020).(Foto: Edwin Budiarso/OMG)

Muslim Obsession – Islam sejatinya adalah agama yang mudah dan menggembirakan. Dalam Shahihnya, Imam Bukhari meriwayatkan hadis dari Abu Hurairah yang artinya,

“Sesungguhnya agama itu mudah. Tidaklah seseorang mempersulit (berlebih-lebihan) dalam agama melainkan ia akan dikalahkan. Oleh karena itu kerjakanlah dengan semestinya, atau mendekati semestinya dan bergembiralah (dengan pahala Allah) dan mohonlah pertolongan di waktu pagi, petang dan sebagian malam.”

Menguatkan hadits ini, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti mengutip hadis riwayat Bukhari dan Ibn Syaibah terkait jawaban Nabi Muhammad Saw terkait cara beragama yang paling dicintai Allah, yaitu beragama dengan al-hanifiyah al-samhah.

“Yakni beragama yang benar, sesuai sunnah, lurus, dan memudahkan. Bukan beragama yang menyulitkan. Itu ciri dari syariat Islam,” terang Mu’ti dalam Hari Bermuhammadiyah di UMJ, dikutip Jumat (12/5/2023).

Dari penjelasannya itu, Mu’ti berpendapat bahwa anggapan awam tentang makin banyaknya pahala dengan makin sulitnya cara beribadah adalah pemahaman yang keliru.

“Karena itu jangan ada yang berpendapat ibadah itu pahalanya akan banyak kalau melaksanakannya susah. Itu paham yang keliru. Justru ibadah itu semakin sempurna kalau melaksanakannya mudah dan enak. Makanya sekarang itu makin banyak masjid-masjid yang full AC (pendingin ruangan). Karena salat itu lebih khusyuk kalau masjid itu full AC, nggak sumuk (gerah). Jadi jangan berpendapat salat yang berkeringat pahalanya lebih banyak dari yang tidak,” urainya.

Sebagai contoh, adaptasi teknologi untuk memudahkan dan membuat nyaman ibadah juga telah dilaksanakan di rangkaian ibadah haji, misalnya kursi roda elektrik untuk tawaf, hingga tenda-tenda di Arafah yang full AC.

“Dengan teknologi, ibadah makin nyaman dan enak. Karena itu makin umat Islam makin mengetahui teknologi, makin mengusai ilmu pengetahuan, beribadah itu makin sempurna dan ibadah kita Insya Allah benar,” imbuhnya.

Selanjutnya, Mu’ti juga berpendapat bahwa perilaku saat Nabi Muhammad Saw hidup tidak perlu ditabrakkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebab, tidak semua dari perilaku Nabi adalah sunnah yang mesti diikuti.

“Oleh karena itu ketika Nabi Muhammad Saw ibadah haji naik unta, itu sunnah atau cara saja untuk sampai ke Makkah. Kalau (ngotot) mau ikut (sunnah) Nabi, silakanlah berangkat haji dari Jakarta ini naik unta, dugaan saya biayanya lebih mahal karena ongkos pijet dan kerokannya lebih mahal daripada naik pesawat. Nanti baru sampai (pelabuhan) Merak sudah kerokan, masuk angin,” jelasnya dengan bercanda.

“Oleh karena itu ilmu itu menjadi prasyarat untuk kita bisa beribadah dengan sempurna,” pungkasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here