Benarkah Home Schooling Terpapar Radikalisme?

772

Potret Home Schooling

Sebagai orang tua dari dua anak yang ikut Home Schooling, saya ingin ikut nimbrung nenjelaskan apa sesungguhnya HS itu. Bagaimana habit akademik model sekolah ini? Bagaimana pola relasi keberagamaan di HS?

Terus terang, masih banyak orang yang tidak paham atau gagal paham dengan HS ini. Ya kalau tidak pernah ingin paham, bagaimana bisa paham?

Pertama, apa itu HS? HS itu jangan dipahami leiterleck sebagai sekolah di rumah. Jika anda memahaminya seperti, berarti kurang jauh pikniknya. Minimal ngopinya tidak pernah pahit. Sekalinya ngopi pahit dicampur (mix) dengan susu jahe. Itu pun ditambah es pula, seperti kopi Vietnam.

HS itu adalah salah satu model (varian) pendidikan yang diakomodir oleh UU Sisdiknas. Artinya, HS juga diakui oleh negara selama kurikulum minimalnya mengikuti kurukulum nasional. Selebihnya bisa diadaptasi dari manapun, seperti Cambrige, Al-Azhar, dll.

Bagaimana dengan cara belajarnya, kan tidak ada kelas? Lho bukankah belajar bisa dilakukan dengan gaya apa saja? Bukankah setiap anak memiliki gaya belajar berbeda-beda? Yang penting, belajar itu bisa transfer of knowledge, menumbuhkan kreatifitas, inovasi, dan membentuk karakter yang kuat, apapun medianya, yang tidak selalu dalam kelas klasikal.

Kedua, tradisi akademik HS itu seperti apa? Ya, awalnya memang saya berat memutuskan dua anak saya gabung HS. Banyak asumsi yang memenuhi kepala saya saat itu. Namun seiring berjalannya waktu dan beberapa alasan khusus, akhirnya saya bisa menerimanya karena HS memberi ruang yang luas, bahkan sangat luas agar anak didik memiliki habit akademik yang bagus. Mereka benar-benar dididik agar memiliki jiwa merdeka, kreatif, inovatif, dan mandiri. Mereka tidak perlu takut ada bullying di tempat belajar seperti sekolah klasik karena orang tua akan selalu mengawasi.

Jujur, anak-anak HS itu lebih ekspresif, dan memiliki tingkat kepercayaan diri lebih tinggi dari rata-rata anak-anak sekolah klasikal. Kualitasnya pun boleh diadu. Tapi kan HS tidak ada mekanisme evaluasi? Lagi-lagi banyak disinformasi tentang HS. Yang jelas, HS juga memiliki sistem evaluasi menyeluruh untuk mengetahui perkembangan anak didik.

Ketiga, pola keberagamaan HS seperti apa? Nah ini yang mungkin relevan dengan persoalan inti. Selama saya mengikuti dinamika keberagamaan 2 anak saya di HS, saya tidak pernah menemukan apa yang disebut “indikasi” radikalisme. Apalagi saya bisa dibilang “aktifis” moderasi beragama. Sering mengisi workshop, seminar, diklat, menulis artikel, jurnal, dan semacamnya tentang moderasi beragama. Pastinya saya tidak akan rela anak-anak saya “terpapar” paham radikalisme.

Nah, yang saya lihat dan rasakan langsung, justru lingkungan komunitas HS itu sangat demokratis. Tidak ada suasana diskriminatif. Sesama Islam ada yang berjilbab biasa, jilbab syar’i, gamis gombrong plus cadar hitam, hingga yg pake celana pendek mereka bergaul sangat akrab. Tidak ada sikap intoleran, apalagi saling judgement paling benar atas paham dan aliran yg berbeda. Bahkan banyak pula dari kalangan beda agama, ada yg Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, dan lainnya.

Dari fenomena itu justru saya berpikir bahwa komunitas-komunitas HS mendidik anak-anak sejak dini agar berpikir, bersikap, dan bertindak toleran dan moderat. Bagi mereka, agama dan paham keagamaan itu pilihan personal, tidak perlu diperdebatkan, apalagi saling meniadakan. Jika pun ada komunitas tertutup, jumlahnya amat sedikit. Tentu kehadiran mereka tidak mewakili semua rumpun HS di mula bumi nan indah ini.

Kesimpulannya, HS berbasis komunitas merupakan media pendidikan yang sangat terbuka, dan menjadi model pendidikan dengan relasi keberagamaan yg inklusif. Kesimpulan bahwa HS sebagai tempat tumbuhnya bibit radikalisme tertolak secara otomatis.

Bahwa ada data sebagian kecil HS diduga terindikasi terpapar radikalisme, memang siapa yang bisa mencegah? Ini PR kita semua, seluruh komponen bangsa ini. Kelompok apapun, termasuk keamanan sekalipun, tetap ada potensi dirasuki paham radikal. Ibaratnya, paham radikal itu seperti penyakit endemik yang sangat lembut menusuk korban siapapun. Apakah masih berkesimpulan kalau HS itu tempat tumbuh kembangnya radikalisme?

Wallahu a’lam.

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here