Belajar Kepemimpinan pada Nabiyullah Ibrahim AS

2219
Kota Makkah tempo dulu.
Kota Makkah dan Ka’bah tempo dulu.

Lebih dari itu, sambungnya, Indonesia saat ini membutuhkan pemimpin yang menghargai dan mau mendengarkan ulama, menjadikan ulama sebagai mitra kerjanya, bukan musuh-musuhnya.

“Kita tak butuh pemimpin yang seolah-olah pembela Islam, tetapi tidak taat pada ulama sebagai penerus risalah Nabi. Na’udzubillaahi min dzaalik!” ketusnya.

Adapun yang ketiga, pelajaran yang dapat diambil dari kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam adalah keteguhannya sebagai seorang pemimpin bagi umatnya. Allah ‘Azza wa Jalla telah memilih Nabi Ibrahim sebagai pemimpin bagi umat manusia atas berbagai prestasinya yang gemilang dalam banyak ujian yang telah dilaluinya.

Pemimpin yang menjadi tauladan yang baik dan berlaku bijak dan adil terhadap rakyat yang dipimpinnya. Pemimpin manusia di bidang misi risalah yang diembannya dari Allah Swt., di bidang kehidupan beragama, politik, hukum, ekonomi dan lain-lain. Pemimpin yang berjuang untuk mengangkat martabat rakyatnya agar menjadi bangsa yang punya ‘izzah, berwibawa di mata Allah dan di dalam percaturan dunia.

“Nabi Ibrahim pernah berharap agar kepemimpinannya itu kelak akan diwariskan kepada anak cucunya. Kendati demikian, rupanya Allah telah menentukan bahwa kepemimpinan ini tidak akan diberikan-Nya kepada orang-orang yang berbuat zalim. Baik zalim terhadap dirinya dengan berbuat syirik (menyekutukan) kepada Allah, atau berbuat zalim kepada umat manusia dengan cara mengkhianati amanah yang telah dipercayakan kepadanya,” ungkap Usamah.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here