Jakarta, Muslim Obsession – Dalam Islam, ibu hamil dan menyusui mendapatkan keringanan untuk tidak berpuasa selama bulan Ramadhan. Lantas bagaimana aturan mengganti puasa Ramadhan bagi ibu hamil?
Dalam hal ini, ibu hamil boleh membayar utang puasa dengan cara qadha dan membayar fidyah.
Ibu hamil sendiri masuk dalam golongan orang yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa karena khawatir akan keselamatan orang lain. Dalam hal ini adalah janin yang ada di dalam kandungan ibu hamil.
Namun, setelah melahirkan, seorang ibu juga masih harus menyusui dalam jangka waktu lama. Dari sana muncul kekhawatiran ibu hamil dan menyusui tak bisa melakukan puasa qadha hingga datang Ramadhan berikutnya.
Oleh karena itu, ibu hamil dan menyusui diberi aturan yang berbeda, yakni boleh membayar fidyah dan berpuasa qadha di kemudian hari.
Imam al-Ghazali menjelaskan dalam karyanya, kitab Ihya Ulumuddin:
واما الفدية فتجب على الحامل والمرضع إذا أفطرتا خوفا على ولديهما لكل يوم مد حنطة لمسكين واحد مع القضاء
Artinya:
“Adapun fidyah adalah wajib atas wanita hamil dan menyusui ketika keduanya membatalkan puasa karena khawatir akan keselamatan anaknya, setiap hari [yang ditinggalkan] satu mud untuk satu orang miskin, dan dibarengi dengan melakukan qadha [mengganti puasa]” (Imam al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, Indonesia: Dar al-Ihya, hal. 234, Juz 1).
Demikian pula Syeikh Taqiyuddin dalam Kifayatul-Akhyar, menambahkan:
وان خافتا على ولديهما بسبب إسقاط الولد في الحامل وقلة اللبن في المرضع أفطرتا وعليهما القضاء للإ فطار والفدية لكل يوم مد من الطعام
Artinya:
“Jika keduanya [wanita hamil dan menyusui] mengkhawatirkan kondisi anaknya, sebab keguguran bagi wanita hamil dan sedikit ASI bagi wanita yang menyusui, maka keduanya berbuka. Dan wajib atas keduanya meng-qadha dan membayar fidyah satu mud untuk setiap hari [hari meninggalkan puasa]. (Syekh Taqiyuddin, Kifayatul-Akhyar, Indonesia: Dar al-Ihya, juz 1, hal. 213).
