Atasi Krisis Negara, Ketum Parmusi: Presiden Harus Legowo dan Introspeksi Hadapi Kritik Umat

1819
Usamah dan Jokowi
Ketua Umum Parmusi H. Usamah Hisyam saat diterima Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka pada 2018 lalu. (Foto: istimewa)

Jakarta, Muslim Obsession – Ketua Umum Parmusi (Persaudaraan Muslimin Indonesia) H. Usamah Hisyam menegaskan, dalam konsep negara modern, tiga pilar negara yakni governance, corporation, dan civil society harus bisa bekerja sama dan saling bahu membahu untuk mewujudkan cita-cita perjuangan negara yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Terlebih lagi saat negara berada dalam situasi krisis, tegas Usamah, semua pihak harus melakukan introspeksi, terutama Presiden sebagai pemegang kendali amanat konstitusi negara.

“Sekarang ini yang terjadi kerancuan. Korporasi selalu berupaya membangun oligarki politik yang sangat mempengaruhi kebijakan pemerintah sehingga merugikan rakyat. Sementara civil society berteriak lantang menuntut hak-haknya tanpa memahami problematika negara yang sesungguhnya,” ungkap Usamah Hisyam dalam keterangannya kepada pers, Sabtu (10/7/2021) di Markas Dakwah Parmusi di Patra Kuningan Jakarta.

Ia mengatakan, Presiden sebagai penegang hak prerogatif dari rakyat, sudah seharusnya memang bersikap legowo untuk menedengarkan aspirasi rakyat. Karena sesungguhnya rakyat lebih jujur dalam bersuara agar negara dapat mencapai cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

BACA JUGA: Ketum Parmusi: Kerja Keras Presiden Jokowi Tak Berguna Tanpa Pendekatan Ilahiyah

Tetapi di sisi lain, imbuhnya, seringkali rakyat kurang memahami dinamika di dalam elit kekuasaan, yang saat ini banyak dimanfaatkan korporasi untuk membentuk oligarki politik ekonomi yang rakus menyedot “darah” rakyat.

“ini yang harus dilawan dan dibersihkan,” tandas Usamah.

Mantan anggota DPR RI ini mengungkapkan, untuk membersihkan kekuasaan negara dari oligarki politik ekonomi di seputar Istana tersebut, memang hanya Presiden yang dapat melakukannya secara efektif. Caranya, Presiden harus melakukan introspeksi berbagai kebijakan pemerintahannya.

“Dulu di tengah-tengah berlangsungnya Mukernas Parmusi akhir September 2018, saya pernah diundang Presiden bertemu empat mata di Istana. Saya katakana saat itu, tidak ada negara di dunia ini yang akan berhasil pemerintahannya bila mengabaikan suara golongan mayoritas, kalau di Indonesia ya suara umat Islam. Apa kata Presiden? Pak Usamah, hari ini kekuatan saya tinggal satu, rakyat, bukan partai politik,” ungkap Usamah.

“Terus terang saya tercenung ketika melihat susunan kabinet hasil Pilpres 2018, bukan zaken cabinet. Presiden justru yang tidak konsisten dengan ucapan dan sikapnya, memberika ruang yang sebesar-besarnya bagi pimpinan parpol untuk menjabat di Kementerian Negara. Inilah awal keruwetan kendali pemerintahan, sehingga banyak menteri yang menjadi players, berkolaborasi dengan korporasi membentuk oligarki politik ekonomi untuk kepentingan kelompoknya, yang sangat merugikan kepentingan rakyat sebagai pilar civil society,” tandasnya.

Menurut Ketua Umum Majelis Munajat Indonesia Berkah (MMIB), sebuah komunitas para ulama dan mubaligh nasional-daerah yang turut mendukung pasangan Jokowi dan Makruf Amin dalam Pilpres 2019 ini, Presiden seharusnya tetap konsisten menegakkan Undang-Undang Kementerian Negara yang mengatur bahwa pejabat pemerintahan tidak boleh merangkap jabatan sebagai pimpinan organisasi/lembaga/badan yang menggunakan alokasi dana APBN.

“Parpol itu kan ada aloksi dana APBN-nya yang diterima setiap tahun,” ungkap usamah.

Ia justru bersimpati terhadap Puan Maharani dan Jenderal Wiranto yang saat diangkat menteri oleh Presiden Jokowi mengundurkan diri dari jabatan partainya. Sedangkan sekarang, dua Menko strategis justru pejabat partai Golkar, yakni Airlangga Hartarto (Ketum Partai Golkar) dan Luhut Binsar Panjaitan (Ketua Dewan Penasehat Partai Golkar).

“Padahal sistem pemerintahan ini kan presidensial, bukan parlementer. Semua otoritas pemerintahan ada di tangan Presiden,” sebutnya.

Dalam mengatasi manajemen krisis negara akibat pandemi Covid-19, Usamah juga mengkritik keras ditunjuknya dua Menko tersebut sebagai penanggung jawab PPKM Darurat Jawa-Bali (LBP) dan Luar Pulau Jawa (AH).

“LBP itu orang baik, pintar, ahli strategi intelijen militer, tetapi sosiokulturnya kurang tepat bila beliau dijadikan penanggung jawab di pulau Jawa yang sosiokultur masyarakatnya sangat relijus. Ketika aturan PPKM diterapkan, ya banyak umat Islam yang melawan, karena itu tadi dikira ada upaya menghalang-halangi ibadah. Akhirnya yang digunakan pendekatan represif, bukan kesejahteraan. Rakyat merasa disekat dan diperas, semakin sulit hidupnya,” ungkapnya.

Usamah juga sangat menyayangkan digantinya Menteri Kesehatan dengan pejabat yang datang dari background pengusaha/bankers. “Dokter Terawan itu seorang profesional yang baik. Manajemen krisisnya baik, terbukti mampu mencetuskan Vaksin Nusantara sebagai ikhtiar untuk menciptakan vaksin dalam negeri dengan biaya lebih murah, efektif, teruji, dan tidak membebani negara dengan berat. Beliau seorang Kristiani yang menjunjung tinggi nilai-nilai moralitas, berakhlak mulia. Tetapi orang seperti beliau malah disingkirkan,” sesal Usamah.

Ia mengaku, sekitar sepekan sebelum bulan Ramadhan lalu, telah menemui Wapres Ma’ruf Amin. Ia menyarankan agar Menko Perekonomian segera diganti dengan seorang ahli ekonomi syariah non-parpol yang paham ekonomi makro.

“Pak Airlangga itu hanya paham ekonomi mikro, kok ya dijadikan Menko? Malah sekarang sibuk persiapkan diri jadi Capres, dengan meminta semua kader Golkar pasang spanduk foto dirinya di semua daerah. Apa kata wapres? Pak Usamah sampaikan juga ke Presiden,” tutur Usamah.

Rumitnya mengelola pemerintahan ini, kata Usamah, akan menjadi terang benderang bila Presiden Jokowi mau bertindak tegas, menjadikan dirinya sendiri sebagai “The Real President” yang memang pemegang amanat tertinggi negara secara konstitusional.

“Karena Pak Presiden sangat sibuk, insya Allah Senin saya akan kirim surat kepada Presiden untuk berikan solusi keluar dari krisis negara secara Ilahiyah. Saya sudah komunikasi dengan para ulama hikmah di seluruh daerah untuk selamatkan bangsa dan negara Indonesia agar tidak menjadi kolaps, tergelincir menjadi negara gagal. Semoga Presiden mau mendengarkan masukan dari umat,” harap Usamah. (Mam)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here